Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
mukmin yang lemah, meskipun pada keduanya ada kebaikan. Berusahalah selalu
untuk mendapatkan kemanfaatan, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan
merasa lemah. Jika engkau ditimpa musibah maka janganlah berkata, ‘Andaikan
tadi aku begini maka tidak akan seperti ini’, tetapi katakanlah, “Semua ini
telah menjadi takdir Allah, dan apapun yang Ia kehendaki pastilah akan
terjadi’. Sesungguhnya perkataan ’andaikan’ itu akan membuka peluang bagi
syaitan. (HR. Muslim, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)
Pada hakikatnya kehidupan
adalah kompetisi. Semua
yang hidup berkompetisi dengan pesaingnya untuk menunjukkan eksistensi dirinya
sebagai yang terbaik sekaligus untuk meraih cita-cita kemenangan yang diidamkan
dan didambakan.
Untuk bisa berkompetisi dengan baik dan meraih
cita-cita kemenangan, seseorang harus memiliki motivasi, strategi, kompetensi
dan kekuatan yang dibutuhkan. Sebesar dan seberat tantangan yang dihadapi,
seberat itu pula kekuatan harus dihimpun dan diciptakan. Bahkan dalam kondisi
tertentu, ia bisa membutuhkan kekuatan yang jauh lebih besar secara kuantitas
maupun kualitas.
Islam selalu mendorong umatnya untuk menjadi yang
terbaik, karena dengan kualitas umat yang terbaik Islam bisa tampil lebih baik
sebagaimana mestinya. Sebaliknya jika umat Islam kurang baik maka
dengan sendirinya kiprah Islam pun tidak akan terasa maksimal bahkan terkadang
terjadi fenomena paradoks antara Islam dan umat Islam. Keindahan dan keagungan
Islam tidak lagi terlihat oleh mata dunia akibat perilaku umat Islam sendiri
yang merusak dan menodai keindahan dan keagungan Islam. Maka tidak heran jika
muncul ungkapan “Al-Islamu mahjubun bil muslimin” (Islam terhijab oleh perilaku
umat Islam).
Belajar dari kajian
introspektif diatas, kiranya perlu kita lebih serius membenahi kondisi umat ini
melalui penyadaran yang terus menerus terhadap nilai-nilai yang diajarkan oleh
Al-Qur’an maupun As-Sunnah serta pemahaman para salafus shalih sampai
nilai-nilai itu meresap, mengkristal dan menjadi tabiat yang sesungguhnya dari
umat ini.
Hadits yang dikemukakan di
awal tulisan ini memberi banyak pelajaran dan pesan penting kepada kita dalam
membenahi umat ini.
Pelajaran pertama: Rasulullah mendorong kita untuk menjadi mukmin yang kuat. Tentu kata
quwwah (kekuatan) disini tidak hanya bermakna kekuatan fisik semata, meskipun
harus diakui bahwa kekuatan fisik ini juga sangat penting. Lebih dari sekadar
kekuatan fisik, dibutuhkan pula kekuatan yang lain.
Setidak-tidaknya kita
memerlukan lima kekuatan.
1. kekuatan akidah (quwwatul aqidah). Inilah yang akan menjadi pondasi
utama untuk membangun kepribadian umat serta menjadi motivator utama untuk
mengarahkan dan menggerakkan kekuatan lainnya menuju idealitas nilai yang
diinginkan Islam.
2. kekuatan pemahaman (quwwatul fikrah). Umat Islam harus memiliki
kapasitas pemahaman dan wawasan keislaman yang memadai agar dapat melihat
berbagai persoalan dan problematika kehidupan dengan perspektif Islam yang
lurus. Demikian pula cara pandangnya dan pola penanganannya terhadap berbagai
persoalan tersebut akan didasarkan pada nilai dan kaidah syar’i yang benar.
3. kekuatan akhlaq (quwwatul akhlaq). Ini akan mengarahkan umat pada tata
nilai dan prinsip moral serta perilaku yang bisa diteladani dan dicontoh oleh
siapapun.
4. kekuatan tarbiyah (quwwatut tarbiyah). Tarbiyah adalah proses
pemantapan nilai dan pembentukan kepribadian. Ia merupakan paduan seimbang dari
ketiga nilai sebelumnya yang terbentuk melalui proses yang panjang,dan
pengalaman yang matang dalam menghadapi berbagai persoalan yang menghadang
hingga ia mampu tampil dewasa dan bijaksana.
4. kekuatan finansial (quwwatul maal). Harus diakui bahwa faktor ekonomi,
kemampuan finansial, dan pengadaan sarana prasarana penunjang kebaikan adalah
jihad tersendiri yang dianjurkan oleh Islam, dan umat bertanggung jawab untuk
mendayagunakannya demi sebesar-besarnya kemanfaatan umat.
Pelajaran kedua: Islam mengajarkan agar aktivitas dan kegiatan kita hendaknya
diorientasikan kepada nilai dan kemanfaatan. Tidak ada lagi waktu dan
kesempatan yang habis sia-sia. Tidak ada lagi kegiatan yang hura-hura dan
foya-foya. Semua aktivitas hendaknya didasarkan kepada nilai dan kesadaran
bahwa semua itu akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Rasulullah
bersabda, ”Diantara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah kemampuaannya
untuk meninggalkan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.”
Pelajaran ketiga: Hendaknya kita selalu berdoa dan bermohon akan pertolongan Allah,
dengan sepenuhnya menyadari bahwa la haula wa la quwwata illa billah ’tidak ada
daya dan kekuatan melainkan datang dari Allah’. Manusia hanya bisa berusaha dan
berdoa sementara ketentuan dan takdir hanya ada di tangan Allah.
Pelajaran keempat: Dalam berjuang menegakkan nilai-nilai kebenaran, dibutuhkan kekuatan
motivasi dan kepercayaan diri. Kita dilarang bersikap pesimis atau merasa lemah
bahkan takut menghadapi kenyataan. Islam menanamkan pada kita nilai syaja’ah
(keberanian), tafa’ul (optimisme) dan bahkan jihad (perjuangan). Allah dalam
menilai kita pertama-tama akan melihat niat dan tujuan kita, kemudian cara dan
usaha yang kita lakukan. Bukan hasil usaha kita!
Pelajaran kelima: Terhadap takdir dan pengalaman buruk yang telah terjadi, janganlah kita
berkecil hati. Janganlah saling menyalahkan, dan jangan pula meratapi nasib
buruk dengan mengandai-andai sesuatu yang sudah tidak mungkin lagi terjadi.
Berpikirlah positif ke depan. Ambillah pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang
telah dilakukan. Bangkitlah dari sifat cengeng dan rasa takut yang berlebihan.
Rencanakan segera strategi baru untuk mencapai kesuksesan di masa yang akan
datang.
Pelajaran keenam: Ingatlah, di hadapan kita ada musuh nyata yaitu syetan yang tidak akan
pernah berhenti dan bosan menggoda dan mengajak kita ke arah kehancuran.
Jadikan ia musuhmu bukan temanmu. Lawanlah ia dengan keikhlasanmu bukan dengan
kesombonganmu. Hancurkan ia dengan ketaatanmu bukan dengan kemaksiatan.
Bungkamlah ia dengan tasbih dan takbirmu. Sempitkan jalannya dengan
beristiqamah di jalan-Nya. Semoga Allah selalu memberikan hidayah-Nya kepada
kita. Amin.