DEFINISI I’TIKAF
Secara bahasa kata i’tikaf berarti tetap pada
sesuatu dan menahan diri untuknya, baik yang bersifat positif maupun negatif
(QS Al-Anbiya’ [21] : 52). Dan dalam terminologi syar’i didefinisikan sebagai :
menetap dan tinggal (berada) di masjid dengan niat taqarrub ilallah
(mendekatkan diri pada Allah Ta’ala).
KEDUDUKAN, HUKUM, DAN MACAM-MACAMNYA
Telah terjadi ijma’ (konsensus) diantara
para ulama bahwa i’tikaf merupakan salah satu bentuk ketaatan dan cara
pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah yang sangat dianjurkan dalam
Islam, khususnya selama bulan Ramadhan (QS Al-Baqarah [2] : 187) ; HR
Al-Bukhari, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). Hal itu baik bagi laki-laki maupun
perempuan.
Secara umum i’tikaf terbagi kepada dua
macam yaitu : i’tikaf sunnah dan i’tikaf wajib. I’tikaf sunnah adalah i’tikaf
yang dilakukan seorang muslim secara tathawwu’ (suka rela) dengan tujuan
taqarrub ilallah, mengharap pahala dari-Nya dan dalam rangka ber-qudwah
(berteladan) kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sementara
itu i’tikaf dalam bulan Ramadhan khususnya pada sepuluh malam terakhir,
hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Ibunda
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam selalu melakukan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir di
bulan Ramadhan sampai beliau wafat, lalu para isteri beliau melanjutkan
kebiasaan i’tikaf tersebut sesudah itu (hadits muttafaq ‘alaih). Juga
diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
“Nabi dahulu selalu beri’tikaf pada setiap Ramadhan selama sepuluh hari. Dan pada tahun dimana
beliau wafat, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari “ (HR Al-Bukhari).
Adapun i’tikaf wajib adalah i’tikaf
nadzar, dimana seseorang mewajibkan beri’tikaf atas dirinya, baik melalui
nadzar umum maupun nadzar khusus. Dan nadzar ketaatan wajib ditunaikan
Diriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah
bernadzar untuk melakukan i’tikaf satu malam di Masjidil Haram, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya) : “Penuhilah
nadzarmu” (HR Al-Bukhari).
BATASAN MASANYA
I’tikaf wajib harus dilakukan sesuai
dengan nadzar yang telah diucapkan. Adapun i’tikaf sunnah, maka tidak ada
batasan waktu tertentu untuk pelaksanaannya. Maka seberapapun lamanya seseorang
menetap di masjid, panjang maupun pendek, dengan niat i’tikaf, maka hukumnya
sah sebagai i’tikaf, dan insya Allah mendapat pahala selama ia tetap berada di
dalam masjid. Apabila keluar lalu kembali lagi, maka ia harus memperbarui
niatnya jika memang tetap berniat untuk i’tikaf.
Seorang mu’takif (orang yang sedang
beri’tikaf) boleh memutus i’tikaf sunnahnya di tengah jalan, karena sebab
tertentu, meskipun belum sampai batas akhir masa yang diniatkannya. Dan
disunnahkan baginya meng-qadha di waktu lain, bahkan ada yang mewajibkannya.
Adapun yang berniat untuk i’tikaf selama
10 malam terakhir dari bulan Ramadhan, maka hendaknya ia mulai masuk masjid
sebelum maghrib tanggal 20 malam tanggal 21 dan keluar dari masjid setelah maghrib
hari terakhir Ramadhan malam Iedul Fithri. Sedangkan yang berniat i’tikaf
semalam saja misalnya, maka waktunya mulai sebelum maghrib sampai waktu shubuh
tiba.
SYARAT-SYARATNYA
1. Islam
2. Mumayyiz
(mengerti dan paham)
3. Suci
dari kondisi junub.
4. Suci
dari haidh dan nifas.
RUKUN-RUKUNNYA
1. Niat
ber-taqarrub ilallah (QS Al-Bayyinah [98] : 5 ; Hadits Niat muttafaq
‘alaih).
2. Berdiam
diri di masjid (QS Al-Baqarah [2] : 187), dan diutamakan di masjid jami’ dimana
diselenggarakan shalat-shalat lima waktu secara berjama’ah dan shalat Jum’at.
Dan syarat ini mencakup masjid-masjid kecil yang dikenal disini dengan sebutan
mushalla, surau, atau langgar, kecuali mushalla didalam rumah, karena tidak
termasuk dalam kategori masjid.
YANG SUNNAH DAN MAKRUH BAGI MU’TAKIF
Disunnahkan bagi mu’takif untuk
memperbanyak ibadah sunnah seperti : shalat, membaca Al-Qur’an atau
mendengarkannya, berdzikir (bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir,
beristighfar, bershalawat, dan lain-lain), berdoa dan bermunajat untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, waktu i’tikaf bisa dimanfaatkan
untuk membaca kitab-kitab yang bermanfaat, mengikuti majelis ta’lim dan
semacamnya.
Sementara itu dimakruhkan bagi mu’takif
menyibukkan diri dan mengisi waktunya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat atau
bahkan sia-sia seperti : banyak tidur atau tidur-tiduran saja, berkumpul-kumpul
untuk mengobrol yang tidak jelas dan terarah, bersenda gurau, membaca koran,
majalah, novel, dan semacamnya yang tidak sesuai dengan kekhasan suasana
i’tikaf.
YANG BOLEH BAGI MU’TAKIF
Dibolehkan bagi mu’takif melakukan hal-hal berikut ini :
1. Menyisir
dan mencukur rambutnya, memotong kukunya, membersihkan badannya dan memakai
minyak wangi.
2. Keluar
dari masjid untuk keperluan yang tidak bisa dihindarkan dan tidak mungkin
dilakukan didalam masjid, seperti buang hajat, mandi khususnya mandi junub,
membersihkan badan dan pakaian dari hal-hal najis, makan dan minum jika tidak
ada yang menyediakannya di masjid.
3. Makan,
minum, dan tidur didalam masjid dengan menjaga kebersihannya.
4. Menghadiri
shalat Jum’at di masjid lain jika sholat Jum’at tidak didirikan di masjid
dimana ia beri’tikaf.
5. Melayat
jenazah dan membesuk orang sakit seperlunya untuk sekedar memenuhi kewajiban.
6. Melakukan
akad nikah tanpa keluar dari masjid.
YANG MEMBATALKAN I’TIKAF
1. Keluar
dari masjid dengan sengaja tanpa adanya keperluan yang tak terhindarkan.
2. Hilangnya
kesadaran dan akal sehat karena gila atau mabuk.
3. Haidh
dan nifas.
4. Berhubungan
suami isteri (lihat QS Al-Baqarah : 187)
5. Murtad.
URGENSI DAN HIKMAH I’TIKAF
1. Mengikuti
dan menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Salah
satu sarana terbaik untuk ber-taqarrub ilallah.
3. Salah
satu sarana terbaik untuk bermuhasabah dan melakukan evaluasi diri.
4. Salah
satu sarana terbaik untuk mengakrabkan dan mengikatkan diri dengan masjid.
5. Salah
satu sarana terbaik untuk memperoleh ketenangan hati, kesucian jiwa, dan
kejernihan pikiran melalui suasana khalwat yang khusyu’.
6. Salah
satu faktor penyempurna ibadah puasa.
7. Salah
satu sarana terbaik untuk mendapatkan Lailatul Qadar.
8. Mengurangi
rasa cinta dunia dan ketergantungan terhadap hal-hal duniawi, dan meningkatkan
orientasi ukhrawi dalam diri seorang mukmin.
9. Menjadi
bekal ruhani khusus untuk menjalani kehidupan pada masa-masa sesudahnya.
10. Salah satu
momentum istimewa untuk bisa menikmati lezat dan manisnya ibadah.
Image : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimcgzvedXSuIvAnRA-u6C_WVETTATGSMzsgHp1YH1SYjbuFkzoMx4N7Wo2cCPBjzZ9dfWD1QJ7ahMe3bXay_K-Gw0APEPUUsAI6-JLmbYsnhr7eNF7puVvFj3Qn2ITiQzdUm_52hw-Yt7r/s1600/islam_prayer_ms_2.jpg
Image : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimcgzvedXSuIvAnRA-u6C_WVETTATGSMzsgHp1YH1SYjbuFkzoMx4N7Wo2cCPBjzZ9dfWD1QJ7ahMe3bXay_K-Gw0APEPUUsAI6-JLmbYsnhr7eNF7puVvFj3Qn2ITiQzdUm_52hw-Yt7r/s1600/islam_prayer_ms_2.jpg