“Musibah tak pernah dating
sendirian.”Ungkapan ini dating dari seorang laki-laki 40an tahun pada saat menunggu
sang ayah yang stroke dan dirawat di Critical Care Unit Rumah Sakit Husada Utama
Surabaya pada bulan September 2013. Pada saat itu usahanya sedang dilanda kemelut,
ketika semua pikiran tercurah untuk menyelamatkan usahanya, orangtuanya mengalami
stroke. Sang ayah segera dilarikan ke rumah sakit swasta yang terkenal di
Surabaya.
Hanya ada satu jalan untuk menyelamatkan
nyawa sang ayah :Operasi. Proses operasi diperkirakan menghabiskan dana 100
juta rupiah. Keluarga pasien harus menyiapkan dulu dana sebesar 60 juta untuk
deposit. Dengan kondisi usaha beliau yang sedang dilanda badai, nilai 60 juta adalah
nominal yang sangat memberatkan. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengambil
sang ayah dan dipindahkan ke RS lain yang sanggup segera menangani sang ayah,
karena taruhannya nyawa.
Di Critical Care Unit, keluarga sama
sekali tidak diperkenankan masuk ruangan kecuali dipanggil tim perawat dan tim dokter.
Setiap panggilan selalu saja menakutkan karena tidak jauh dari resiko kematian si
pasien, memberi persetujuan tindakan atau menyediakan sesuatu yang sifatnya darurat.
Waktu itu saya merasakan ketakutan luar biasa setiap pintu ruangan terbuka. Jangan-jangan
ada panggilan untuk saya.
Dugaan saya benar bahwa di dalam ruang
perawatan itu adalah pasien-pasien dengan resiko sangat tinggi. Lebih dahulu malaikat
maut atau reaksi obat dan tindakan tim medis. (tak ada yang mencegah datangnya
malakul maut, karena semua yang dilakukan adalah kehendak Allah, meskipun
segala usaha dilakukan, jika memang saatnya datang malaikat akan datang. Pengobatan
hanyalah kewajiban bagi manusia untuk berikhtiar mencari kesembuhan).
Dugaan ini terjawab ketika jam
kunjungan keluarga diberikan. Hanya 1 jam. Jam 12.00-13.00. Ketika jam besuk,
hanya 1 keluarga boleh masuk menggunakan pakaian khusus pengunjung yang
disterilisasi. Di dalam ruangan yang sangat luas itu, bagian tengah digunakan untuk
team medis, obat dan peralatan, sedangkan pasien mengelilingi ruangan sepanjang
dinding ruangan. Antara pasien dengan tempat perawat tidak ada pembatas sama sekali
untuk mempercepat jika sewaktu-waktu membutuhkan tindakan darurat.
Semua pasien terpasang peralatan-peralatan
pasien kritis yang terhubung dengan monitor di meja perawat. Semua pasien dalam
keadaan kritis, hanya pasien yang sudah melewati masa kritis yang boleh keluar darir
uangan itu, pindah keruang perawatan atau pasien yang sudah menghembuskan napas
terakhirnya.
Kisah musibah yang pasti dating bersama saya dengar 7 Juni 2014. Dalam perjalanan Madiun Purworejo saya hanya bersama seorang laki-laki 40 tahun di kursi paling belakang kereta ekonomi Pasundan. Awalnya kita hanya diam tak saling bertanya, tapi matinya AC, Genset dan panasnya kereta mencairkan diam saya dan beliau. Lempar-melempar pertanyaan mulai terjadi. Dalam waktu singkat saya mendapat kisah tragis lelaki itu.
Kisah musibah yang pasti dating bersama saya dengar 7 Juni 2014. Dalam perjalanan Madiun Purworejo saya hanya bersama seorang laki-laki 40 tahun di kursi paling belakang kereta ekonomi Pasundan. Awalnya kita hanya diam tak saling bertanya, tapi matinya AC, Genset dan panasnya kereta mencairkan diam saya dan beliau. Lempar-melempar pertanyaan mulai terjadi. Dalam waktu singkat saya mendapat kisah tragis lelaki itu.
Menikah dengan wanita Nganjuk bertakhir
dengan perceraian, cekcok dengan sang istri dan seluruh keluarganya. Kemudian merantau
keluar jawa. Menikah lagi penduduk asli yang fakir miskin dan harus berakhir dengan
perceraian kedua tepat setahun pernikahan mereka. Ketika modal terkumpul di
rantau, cita-cita punya usaha sendiri muncul. Dengan membawa modal hampir 1,5 Milyar,
beliau pulang ke jawa dan merintis usaha.
Musibah dating lagi. Modal 1,5 milyar
nyaris habis gara-gara tertipu dua kali. Merintis usaha produksi kaos di Ngawi,
gulung tikar lagi karena hanya menghasilkan untung 3 juta dalam 1 tahun belum depresiasi
alat produksi.
Beliau kemudian merintis usaha toko
spare part dan bengkel di Surabaya, dikelola sang keponakan. Usaha ini tidak
memberikan keuntungan. Sang keponakan tidak memberikan setoran seperti perjanjian
awal. Secure de facto, kalau ditanya berkelit, adiknya (orang tua sang
keponakan) setiap ditanya juga menjawab tidak tahu. Toko spare part dan bengkel
tidak ada hasil.
Tanggal 8 Juni saya kembali mendapatkan
kisah musibah yang dating beruntun. Merintis usaha, mengembangkan usaha,
ekspansi…. Beruntun dilanda kegagalan. Usaha pertamanya banyak pembeli tidak mencicil,
tidak membayar, menghilang. Usaha rentalnya 9 Mobil di digelapkan orang
kepercayaan. Harus membayar angsuran mobil yang hilang, ujung masa kredit mobil
nanti pemilik menuntut mobil dikembalikan.
Tiga kisah
nyata diatas menunjukkan kepada kita tiga kenyataan yang sama, bahwa benar
musibah datang tidak sendirian. Ia datang bersama musibah yang lain. Apakah selalu
begitu? Saya masih yakin bahwa Allah menguji seorang hamba sesuai dengan kadar
imannya.
Dari ketiga orang ini saya
menemukan kenyataan bahwa mereka bertiga memiliki benteng iman yang luarbiasa.
Dari kisah pertama, beliau
menyatakan bahwa Allah tidak menguji saya diluar batas kemampuan saya. Inilah pentingnya
berbuat baik di waktu lapang, agar Allah menolong kita di waktu sempit. Beliau juga
memiliki kepasrahan yang sungguh luar biasa kepada Allah, “dunia ini hanya
sementara, harta bisa dicari, tapi mengabdi pada orang tua yang sakit adalah
amal yang sangat bernilai dihadapan Allah.”
Pada kisah yang kedua, beliau
bisa terentaskan dari dunia gelap yang sebelumnya dijalani. Pertaubatan yang
luar biasa. Dari jago dugem dan segala kehidupan malam dimasa lalu, sekarang
menjadi “pertapa” di malam hari. Bangun selalu pukul 2 kemudian sholat tahajud
sampai adzan subuh bergema. Demikian hari-harinya dijalani dengan beribadah dan
bekerja mengelola usaha kecil yang baru dirintis 6 bulan. Tanpa istri, tanpa
anak. Setiap kesepian datang, obatnya hanya silaturahim mengunjungi kakak, adik
dan orang tuanya.
Pada kisah yang ketiga, sahabat
saya ini mengatakan minta wejangan mumpung ada senior yang berkunjung. Ketabahannya
selama hampir 3 tahun bergelut dengan masalah memang sedikit banyak mengganggu
kenyamanan… tapi sahabat saya ini memiliki optimisme yang sangat tinggi. Pada batas
derita yang dialami, masih berpikir jernih melayani masyarakat, mengabdi pada
kepentingan rakyatnya (menjabat kepala desa, dicalonkan rakyat). Buktinya,
waktu saya berkunjung banyak rakyatnya yang datang menjenguk beliau (baru
pulang dari rumah sakit-sakit 14 hari).
Jiwa entrepreneur dibalut optimisme
yang sangat tinggi untuk bangkit adalah sisi luarbiasa dari sahabat saya ini. “itulah
Mas Miftah, kenapa saya minta Mas Miftah menjelaskan Bisnis Mas Miftah di
bidang Umroh dan Haji, karena saya butuh bangkit, saya butuh recovery yang
cukup cepat dengan nominal yang luarbiasa.”
Belajar dari kisah-kisah diatas, mungkin yang membedakan antara orang sukses dan orang yang tidak sukses adalah bagaimana mensikapi keterpurukan, mensikapi datangnya musibah yang sering tak datang sendirian….
Madiun, 11 Juni 2014
Belajar dari kisah-kisah diatas, mungkin yang membedakan antara orang sukses dan orang yang tidak sukses adalah bagaimana mensikapi keterpurukan, mensikapi datangnya musibah yang sering tak datang sendirian….
Madiun, 11 Juni 2014