- Fathul ‘Aziz, Syaikh ‘Amr bin ‘Abdul Mun’im Salim, hal. 107-109.
- Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66202.
- http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=3188
Senin, 02 April 2018
Stop Makan Ketika Adzan Shubuh Berkumandang
Stop Makan Ketika Adzan
Shubuh Berkumandang
Sebagian ada yang meyakini bahwa masih
diperkenankan untuk makan atau minum meskipun telah diteriakkan adzan. Dalil
yang digunakan adalah beberapa hadits yang dianggap mereka shahih.
Namun ada dalil shorih (tegas) dari Al Qur’an yang masih
membolehkan makan hingga masuk fajar shodiq. Artinya, setelah fajar
shodiq tidak diperkenankan untuk makan atau minum sama sekali.
Bagaimana mengkompromikan kedua macam dalil yang ada? Lalu apakah dalil yang
membicarakan hal tersebut shahih?
Hadits yang Membicarakan Masih Bolehnya Makan
Ketika Adzan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika
salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan sendok terakhir masih
ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkan sendok tersebut hingga dia
menunaikan hajatnya hingga selesai.” (HR. Abu Daud no. 2350).
Di antara ulama yang menshahihkan hadits ini adalah
Syaikh Al Albani rahimahullah. Sehingga dari hadits ini dipahami
masih bolehnya makan dan minum ketika adzan dikumandangkan.
Namun yang lebih tepat, hadits ini adalah
hadits dho’if (lemah) yang menyelisihi dalil yang lebih
shahih. Jika kita melihat dari dalil-dalil yang ada, wajib menahan diri dari
makan dan minum ketika adzan berkumandang.
Hukum status hadits
Hadits di atas dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2/ 433/
510), Abu Daud (2350), Ad Daruquthni dalam sunannya (2/ 165), Al Hakim dalam
Mustadrok (1/ 203) dan Al Baihaqi dalam Al Kubro (4/ 218) dari jalur:
Hammad bin Salamah, dari Muhammad bin ‘Amr
bin ‘Alqomah, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Al Hakim menshahihkan hadits
ini, sesuai syarat Muslim kata beliau dan Adz Dzahabi pun menyetujuinya. Namun
yang tepat tidak seperti pernyataan mereka.
Sanad riwayat Abu Daud muttashil (bersambung) dan
perowinya tsiqoh (terpercaya) selain Muhammad bin ‘Amr. Dia
adalah shoduq (jujur), namun terkadang wahm (keliru). Hadits
ini dishahihkan oleh Al Hakim dan dikatakan oleh Ibnu Taimiyah bahwa sanadnya
jayyid sebagaimana dalam Syarh Al ‘Umdah (1/ 52). Abu Hatim Ar Rozi sendiri
mengatakan bahwa jalur dari Hammad dari Muhammad bin ‘Amr, “Laysa bi shohih”
(tidaklah shahih). Akan tetapi Abu Hatim tidak menjelaskan sebab kenapa disebutdho’if.
Telah diperselisihkan mengenai sanad hadits ini
pada Hammad bin Salamah sebagai berikut:
1. Dari Hammad bin Salamah dari ‘Ammar bin Abi
‘Ammar dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
marfu’. Dan ada tambahan,
“Dan
muadzin mengumandangkan adzan ketika muncul fajar.”
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2/ 510) dan
Al Baihaqi dalam Al Kubro (4/ 218) dari jalur: Rouh bin ‘Ubadah dari Hammad bin
Salamah.
Disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al ‘Ilal sama
dengan jalur yang disebutkan sebelumnya dan dinukil dari ayahnya di mana ia
berkata, “Dua hadits tersebut tidaklah shahih. Adapun hadits ‘Ammar dari Abu
Hurairah hanyalah mauquf (berhenti sampai sahabat).”
Ringkasnya, dari jalur ini berarti hadits tersebut hanyalah perkataan sahabat,
bukan qoul (sabda) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Dari Hammad bin Salamah dari Yunus dari Al Hasan
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mursal (dari
tabi’in langsung Nabi tanpa disebutkan sahabat). Hadits mursal di antara hadits
yang dho’if.
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2/
423): telah berkata pada kami Ghossan (Ibnu Ar Robi’), telah berkata pada kami
Hammad bin Salamah.
Tidak ragu lagi perselisihan pada Hammad bin
Salamah dalam hadits ini berpengaruh dalam keshahihan hadits.
Hadits di atas memiliki beberapa penguat tetapi
juga dho’if (lemah).
Taruhlah hadits tersebut shahih, maka
telah dijawab oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro (4/ 218), di mana beliau berkata:
“Jika hadits
ini shahih, maka dipahami oleh mayoritas ulama bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengetahui kadang muadzin mengumandangkan adzan sebelum terbit fajar
(shubuh) dan beliau minum dekat dengan terbitnya fajar. Sedangkan perkataan
perowi bahwa muadzin mengumandangkan adzan ketika muncul fajar dipahami bahwa
hadits tersebut sebenarnya munqothi’ (terputus dalam sanad) di bawah Abu
Hurairah. Atau boleh jadi hadits tersebut dimaksudkan untuk adzan kedua.
Sedangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika salah
seorang di antara kalian mendengar adzan sedangkan bejana (piring) masih ada di
tangannya …”, maka yang lebih tepat hadits ini dimaksudkan untuk adzan
pertama sehingga sinkronlah antara hadits-hadits yang ada.” (Sunan Al Baihaqi,
4/ 218).
Hadits Shahih: Stop Makan Ketika Adzan Berkumandang
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa
Bilal biasanya mengumandangkan adzan di waktu malam (belum terbit fajar
shubuh). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan. Beliau
tidaklah mengumandangkan adzan hingga terbit fajar (shubuh).” (HR. Bukhari
no. 1919 dan Muslim no. 1092).
Kata “ĜَĜŞَّÙ”dalam hadits tersebut bermakna akhir
makan adalah ketika adzan shubuh berkumandang. Sehingga ini menunjukkan
larangan makan dan minum ketika telah terdengar adzan, bahkan hal ini berlaku
secara mutlak. Inilah yang lebih tepat dan haditsnya lebih shahih dari hadits
yang kita kaji di awal. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan
dalam Al Majmu’,
“Jika fajar
terbit dan di dalam mulut terdapat makanan, maka muntahkanlah. Jika makanan
tersebut dimuntahkan, maka puasanya sah. Jika terus ditelan, batallah puasanya.
” (Al Majmu’, 6: 308).
Begitu pula Imam Nawawi mengatakan,
“Jika
seseorang mendapati terbit fajar shubuh dan makanan masih ada di mulutnya, maka
muntahkanlah dan sempurnakanlah puasanya. Jika makanan tersebut ikut tertelan
setelah ia mengetahui fajar shubuh sudah terbit, puasanya batal. Hal ini tidak
diperselisihkan oleh para ulama. Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anhum bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
Bilal mengumandangkan adzan pada malam hari. Makan dan minumlah hingga Ibnu
Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Di dalam
kitab shahih juga terdapat beberapa hadits yang semakna dengannya.”
Lalu setelah itu Imam Nawawi menjelaskan hadits
yang kita bahas dan beliau pun menukil perkataan Al Baihaqi yang kami bawakan
di atas. (Lihat Al Majmu’, 6: 311-312).
Atsar Sahabat yang Menuai Kritikan
Ada riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad (3/
348) dari jalur Ibnu Luhai’ah dari Abu Az Zubair bahwa ia berkata, “Aku pernah
bertanya pada Jabir mengenai seseorang yang ingin puasa sedangkan bejana masih
ada di tangannya untuk dia minum lalu ia mendengar adzan. Maka Jabir pun
berkata: Pernah kami membicarakan hal ini pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau pun bersabda, “Minumlah.”
Hadits ini dho’if karena
alasan Ibnu Luhai’ah.
Begitu pula riwayat lain yang menuai kritikan,
Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir (2/ 175) dari jalur Al
Husain bin Waqid dari Abu Gholib dari Abu Umamah, ia berkata, “Iqomah shalat telah dikumandangkan dan
bejana masih berada di tangan ‘Umar. Lantas ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah,
bolehkah aku meminumnya?” “Iya, minumlah”, jawab Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dalam sanad hadits ini terdapat Al Husain bin
Waqid. Imam Ahmad telah mengingkari sebagian haditsnya karena dia di antara
perowi mudallis sebagaimana yang mensifatinya adalah Ad Daruquthni dan Al Kholil
dan dalam sanad ini beliau memakai ‘an-‘an. Sedangkan Abu Gholib –sahabat Abu
Umamah- didho’ifkan oleh Ibnu Sa’ad, Abu Hatim, An Nasai, dan Ibnu Hibban.
Sedangkan Ad Daruquthni mentsiqohkannya. Ibnu Ma’in berkata bahwa haditsnya itu
sholih (baik) sebagaimana disebutkan dalam Tahdzibul Kamal (34: 170). Ibnu
Hajar telah meringkas mengenai perkataan-perkataan ini dalam At Taqrib (664),
beliau berkata, “Ia shoduq (jujur), namun kadang keliru.”
Kesimpulan
Sebagaimana perkataan Abu Hatim Ar Rozi di awal
bahwa hadits yang kita kaji saat ini tidaklah shahih. Dari segi matan (teks
hadits) pun munkar karena menyelisihi dalil Al Qur’an,
“Dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa
itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah Ta’ala membolehkan
makan sampai terbitnya fajar shubuh saja, tidak boleh lagi setelah itu. Dan
terbitnya fajar shubuh diikuti dengan adzan shubuh dengan sepakat ulama
sebagaimana kata Ibnu Taimiyah dalam Ikhtiyarot. Hadits tersebut
menyelisihi hadits,
“Makan dan minumlah hingga
Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan. Beliau tidaklah mengumandangkan adzan
hingga terbit fajar (shubuh).” (HR. Bukhari no. 1919 dan Muslim no. 1092).
Adzan Ibnu Ummi Maktum adalah akhir dari bolehnya makan dan minum, setelah itu
tidak diperkenankan lagi. Oleh karenanya, jumhur (mayoritas) ulama tidak
mengamalkan hadits yang membolehkan makan dan minum setelah terdengar adzan
shubuh.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan
dalam Tahdzib As Sunan mengenai beberapa salaf yang berpegang pada tekstual hadits Abu Hurairah “Jika salah
seorang di antara kalian mendengar adzan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di
tangan kalian, maka janganlah ia letakkan hingga ia menunaikan hajatnya”. Dari
sini mereka masih membolehkan makan dan minum ketika telah dikumandangkannya
adzan shubuh. Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan, “Mayoritas ulama melarang
makan sahur ketika telah terbit fajar. Inilah pendapat empat imam madzhab dan
kebanyakan mayoritas pakar fiqih
di berbagai negeri.” (Hasyiyah Ibnil Qoyyim ‘ala Sunan Abi Daud, Ibnul Qayyim,
Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, 6/341)
Namun sayang seribu sayang, kebanyakan pemuda saat
ini tidak mengetahui penjelasan ini dan malah seringnya meneruskan makan dan
minum ketika telah terdengar adzan karena menganggap demikianlah yang dimaksud
dalam hadits.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Sumber tulisan:
Dari artikel Stop Makan Ketika Adzan Shubuh
Berkumandang — Muslim.Or.Id by null
MADU-HERBAL HARGA GROSIR
Kategori Tulisan
Anak
(21)
Ceramah
(25)
Doaku
(3)
Gallery
(68)
Hadits
(20)
Herbal
(3)
Hikmah
(258)
I'tikaf
(5)
Idul Fitri
(27)
Inspirasi
(149)
Jualan
(3)
Kesehatan
(43)
Keuangan
(12)
Kisahnyata
(43)
Kultum
(147)
Lailatul Qadar
(2)
Lain-lain
(49)
management
(4)
Nisa'
(1)
ODOJ
(2)
Progress
(54)
prowakaf
(2)
Puasa
(182)
Quran
(17)
Qurban
(40)
Ramadhan
(322)
Renungan
(17)
Rumahkreatif
(6)
Rumahpintar
(8)
Rumahtahfidz
(18)
Rumahyatim
(6)
Sedekah
(47)
Share
(104)
Syawal
(5)
Tanya jawab
(2)
Tarawih
(4)
Tarbiyah
(166)
Umroh
(19)
Wakaf
(8)
Yatim
(7)
Zakat
(22)
Sering dibaca
- Obat Kanker yang 10.000X Lebih Kuat dari KemoTerapi
- Daftar Tempat Makan Di Madiun
- Apa Arti Kata "Dancuk"...
- Kisah Nyata : Hati-hati Ajarkan Motor-Mobil Pada Anak di Bawah Umur
- Sahabat Kita Yang Baik Akan Menolong Kita Di Akhirat
- 10 Amal yang Pahalanya Takkan Pernah Putus
- Kepada Donatur : Kisah Nyata - Kesalahan Kecil yang Dahsyat Akibatnya
- Kadal dan Sedekah
- Kepada Donatur : Mengintip Akheratmu Dengan Melihat Kehidupan Duniamu
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!