Minggu, 01 April 2018
Puasa Ayyamul Bidl dan Enam Hari di Bulan Syawwal
Puasa Ayyamul Bidl dan Enam Hari di Bulan Syawwal
Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Apakah dasar penamaan al-Ayyam al-Bidh? Apakah sebagiannya adalah puasa enam hari di bulan
Syawwal sebagaimana yang difahami banyak orang?
Jawaban:
Al-Ayyam al-Bidh ada di setiap bulan Qamariyyah, yaitu ketika bulan ada
diawal hingga akhir malam 13, 14 dan 15. Disebut Bidh karena
ia memutihkan malam dengan rembulan dan siang dengan matahari. Ada juga
pendapat yang mengatakan karena Allah Swt menerima taubat nabi Adam as pada
hari-hari itu dan memutihkan lembaran amalnya. Az-Zarqani ‘ala al-Mawahib, juz. 8, hal. 133.
Dalam al-Hawi li al-Fatawa karya
Imam as-Suyuthi disebutkan, “Ada yang mengatakan bahwa ketika nabi Adam as
diturunkan dari surga, kulitnya menghitam. Maka Allah Swt memerintahkan agar ia
melaksanakan puasa al-Ayyam al-Bidh pada bulan Qamariyyah. Ketika ia melaksanakan puasa pada
hari pertama, sepertiga kulitnya memutih. Ketika ia berpuasa pada hari kedua,
sepertiga kedua kulitnya memutih. Ketika ia berpuasa pada hari ketiga, seluruh
kulit tubuhnya memutih. Pendapat ini tidak benar. Disebutkna dalam hadits yang
disebutkan al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Amaly dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari hadits Ibnu Mas’ud, hadits Marfu’,
hadits Mauquf dari jalur riwayat lain, disebutkan Ibnu al-Jauzi dalam al-Maudhu’at dari jalur riwayat Marfu’, ia berkata, “Hadits Maudhu’ (palsu),
dalam sanadnya terdapat sekelompok orang yang tidak dikenal”.
Terlepas dari apakah nabi Adam as melaksanakannya atau
pun tidak, sesungguhnya Islam mensyariatkan puasa ini dalam menjadikannya
sebagai amalan anjuran. Dalam az-Arqani ‘ala al-Mawahib dinyatakan
bahwa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw tidak pernah berbuka (tidak berpuasa)
pada hari-hari Bidh (13, 14 dan 15), baik ketika tidak musafir maupun ketika
musafir”.
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i. Dari Hafshah Ummul
Mu’minin, “Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah Saw;
puasa ‘Asyura’, sembilan hari di bulan Dzulhijjah, al-Ayyam al-Bidh (13, 14 dan 15) dan dua rakaat Fajar”. (HR. Ahmad).
Diriwayatkan dari Mu’adzah al-‘Adawiyyah bahwa ia bertanya kepada Aisyah,
“Apakah Rasulullah Saw melaksanakan puasa tiga hari setiap bulan?”. Aisyah
menjawab, “Ya”. Saya katakan kepadanya, “Pada hari apa saja?”. Aisyah menjawab,
“Beliau tidak memperdulikan hari apa saja setiap bulan ia laksanakan puasa”.
(HR. Muslim).
Kemudian az-Zarqani berkata, “Hikmah dalam puasa Bidh,
bahwa ia pertengahan bulan, pertengahan sesuatu adalah yang paling seimbang.
Dan karena biasanya gerhana matahari dan gerhana bulan terjadi pada
tanggal-tanggal tersebut. Terdapat perintah agar meningkatkan ibadah jika itu
terjadi. Jika gerhana matahari terjadi bertepatan dengan hari-hari puasa Bidh,
maka seseorang dalam keadaan siap untuk menggabungkan beberapa jenis ibadah
seperti puasa, shalat dan sedekah. Berbeda dengan orang yang tidak terbiasa
melakukannya, ia tidak siap untuk melaksanakan puasa pada hari itu. Ini
berkaitan dengan puasa pada hari-hari Bidh setiap bulan.
Adapun tentang puasa enam hari di bulan Syawal,
penyebutannya sebagai Bidh adalah tidak benar. Terlepas dari penamaannya, puasa
enam hari di bulan Syawal itu dianjurkan, tidak wajib. Terdapat hadits tentang
itu:
“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan,
kemudian ia iringi dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti puasa
sepanjang tahun”. (HR. Muslim).
Keutamaannya disebutkan dalam hadits riwayat
ath-Thabrani:
“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dan ia
mengiringinya dengan enam hari di bulan Syawwal, ia keluar dari dosanya seperti
hari ia dilahirkan ibunya”.
Makna puasa ad-Dahr adalah puasa sepanjang tahun.
Penjelasan ini disebutkan dalam hadits dalam beberapa
riwayat Ibnu Majah, an-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya.
Maknanya bahwa satu kebaikan itu dibalas sepuluh kebaikan yang sama dengannya.
Satu bulan Ramadhan dibalas dengan sepuluh bulan. Enam hari di bulan Syawwal
dibalas dengan enam puluh hari, artinya dua bulan. Dengan demikian lengkaplah
12 bulan.
Keutamaan ini bagi mereka yang melaksanakannya di bulan
Syawwal, apakah dilaksanakan pada awal, pertengahan atau pun di akhir bulan
Syawwal. Apakah dilaksanakan berturut-turut atau pun terpisah-pisah. Meskipun
afdhal dilaksanakan di awal bulan dan dilaksanakan berturut-turut. Keutamaan
ini hilang bersama berakhirnya bulan Syawwal.
Banyak kaum muslimah ingin melaksanakannya, apakah
mereka yang memiliki kewajiban qadha’ ramadhan atau pun tidak.
Puasa Syawwal ini dianjurkan, sebagaimana yang ditetapkan
para ulama. Kami berharap agar para muslimah tidak meyakini bahwa puasa Syawwal
ini wajib. Puasa Syawwal ini sunnat, tidak ada hukuman jika ditinggalkan.
Demikianlah, bagi mereka yang wajib meng-qadha’ puasa Ramadhan dapat
melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawwal ini dengan niat puasa Qadha’.
Cukup dengan puasa Qadha’, maka ia mendapatkan pahala puasa enam hari di bulan
Syawal, jika ia meniatkannya, amal itu dinilai dari niatnya.
Jika puasa Qadha’ dilaksanakan tersendiri dan
puasa enam hari di bulan Syawwal dilaksanakan tersendiri, maka itu afdhal. Akan
tetapi para ulama Mazhab Syafi’i berpendapat, “Balasan pahala puasa enam hari
di bulan Syawwal dapat diperoleh dengan melaksanakan puasa Qadha’,
meskipun tidak diniatkan, hanya saja pahalanya lebih sedikit dibandingkan
dengan niat.
Disebutkan dalam Hasyiyah asy-Syarqawi ‘ala at-Tahrir karya Syekh Zakariya al-Anshari, juz. I, hal. 427,
teksnya: “Jika seseorang melaksanakan puasa Qadha’ di
bulan Syawwal, apakah Qadha’ puasa Ramadhan, atau meng-qadha’ puasa
lain, atau nazar, atau puasa sunnat lainnya. Ia mendapatkan pahala puasa enam
hari di bulan Syawwal. Karena intinya adalah adanya puasa enam hari di bulan
Syawwal, meskipun ia tidak memberitahukannya, atau melaksanakannya untuk orang
lain dari yang telah berlalu -artinya puasa nazar atau puasa sunnat lain- akan
tetapi ia tidak mendapatkan pahala yang sempurna seperti yang diinginkan
melainkan dengan niat puasa khusus enam hari di bulan Syawwal.
Sama halnya dengan seseorang yang tidak melaksanakan puasa
Ramadhan, atau ia laksanakan di bulan Syawwal, karena tidak dapat dikatakan
bahwa ia telah melaksanakan puasa Ramadhan dan mengiringinya dengan puasa enam
hari di bulan Syawwal.
Ini sama seperti
pendapat tentang shalat Tahyat al-Masjid, yaitu shalat dua rakaat bagi orang yang masuk masjid.
Para ulama berpendapat, pahala shalat Tahyat al-Masjid diperoleh
dengan shalat fardhu atau shalat sunnat, meskipun tidak diniatkan. Karena
tujuannya adalah adanya shalat sebelum duduk. Shalat sebelum duduk tersebut telah
terwujud, maka tuntutan melaksanakan shalat Tahyat al-Masjid telah gugur, pahalanya diperoleh meskipun tidak
diniatkan, demikian menurut pendapat yang dijadikan pedoman sebagaimana yang
dinyatakan pengarang al-Bahjah. Pahalanya tetap diperoleh apakah dengan fardhu atau
pun dengan sunnat, yang penting tidak menafikan niatnya, tujuannya tercapai
apakah diniatkan atau pun tidak diniatkan.
Berdasarkan pendapat diatas, bagi seseorang yang merasa
berat untuk melaksanakan puasa qadha’ Ramadhan dan sangat ingin melaksanakan
puasa qadha’ tersebut pada bulan Syawwal, ia juga ingin mendapatkan pahala
puasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia berniat melaksanakan puasa qadha’ dan
puasa enam hari di bulan Syawwal, atau berniat puasa qadha’ saja
tanpa niat puasa enam hari di bulan Syawwal, maka puasa sunnat sudah
termasuk ke dalam puasa wajib. Ini kemudahan dan keringanan, tidak boleh
terikat dengan mazhab tertentu, juga tidak boleh menyatakan mazhab lain batil.
Hikmah berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa yang
lama di bulan Ramadhan -wallahu a’lam- adalah agar orang yang berpuasa tidak berpindah secara
mendadak dari sikap menahan diri dari segala sesuatu yang bersifat fisik dan
non-fisik kepada kebebasan tanpa ikatan, lalu memakan semua yang lezat dan baik
kapan saja ia mau, karena peralihan secara mendadak menyebabkan efek negatif
bagi fisik dan psikis, itu sudah menjadi suatu ketetapan dalam kehidupan.
MADU-HERBAL HARGA GROSIR
Kategori Tulisan
Anak
(21)
Ceramah
(25)
Doaku
(3)
Gallery
(68)
Hadits
(20)
Herbal
(3)
Hikmah
(258)
I'tikaf
(5)
Idul Fitri
(27)
Inspirasi
(149)
Jualan
(3)
Kesehatan
(43)
Keuangan
(12)
Kisahnyata
(43)
Kultum
(147)
Lailatul Qadar
(2)
Lain-lain
(49)
management
(4)
Nisa'
(1)
ODOJ
(2)
Progress
(54)
prowakaf
(2)
Puasa
(182)
Quran
(17)
Qurban
(40)
Ramadhan
(322)
Renungan
(17)
Rumahkreatif
(6)
Rumahpintar
(8)
Rumahtahfidz
(18)
Rumahyatim
(6)
Sedekah
(47)
Share
(104)
Syawal
(5)
Tanya jawab
(2)
Tarawih
(4)
Tarbiyah
(166)
Umroh
(19)
Wakaf
(8)
Yatim
(7)
Zakat
(22)
Sering dibaca
- Obat Kanker yang 10.000X Lebih Kuat dari KemoTerapi
- Daftar Tempat Makan Di Madiun
- Apa Arti Kata "Dancuk"...
- Kisah Nyata : Hati-hati Ajarkan Motor-Mobil Pada Anak di Bawah Umur
- Sahabat Kita Yang Baik Akan Menolong Kita Di Akhirat
- 10 Amal yang Pahalanya Takkan Pernah Putus
- Kepada Donatur : Kisah Nyata - Kesalahan Kecil yang Dahsyat Akibatnya
- Kadal dan Sedekah
- Kepada Donatur : Mengintip Akheratmu Dengan Melihat Kehidupan Duniamu
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!