Minggu, 01 April 2018
Menyalurkan Zakat Tidak di Tempatnya Dipungut
Mengalihkan Zakat
Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Saya tinggal di suatu tempat, taraf hidup masyarakatnya baik, jarang
sekali ada fakir miskin yang berhak menerima zakat. Apakah boleh saya bayarkan
zakat kepada kerabat saya yang membutuhkan dan mereka tinggal di tempat lain?
Jawaban:
Diriwayatkan oleh sekelompok ahli hadits bahwa ketika Rasulullah Saw
mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah Saw berkata kepadanya, “Jika mereka taat kepadaku, maka ajarkanlah kepada mereka
bahwa Allah Swt mewajibkan zakat kepada mereka dalam harta mereka. Diambil dari
orang-orang yang mampu diantara mereka dan diserahkan kepada orang-orang yang
fakir diantara mereka”.
Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari ‘Imran bin Hushain bahwa ia
diangkat menjadi amil zakat, ketika ia kembali, ia ditanya, “Dimanakah hasil
zakat?”. Ia menjawab, “Apakah untuk harta kamu mengutusku? Kami mengambilnya
sesuai seperti yang kami lakukan pada masa Rasulullah Saw dan kami membaginya
seperti kami membagikannya dulu”.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan, ia nyatakan sebagai hadits hasan, bahwa Abu Juhaifah berkata, “Seorang amil
zakat pada masa Rasulullah Saw datang kepada kami. Ia mengambil zakat dari
orang-orang yang mampu diantara kami dan ia membagikannya kepada orang-orang
fakir diantara kami”.
Berdasarkan riwayat-riwayat ini para fuqaha’ (ahli Fiqh) berdalil
bahwa zakat dibagikan kepada orang-orang fakir di negeri bersangkutan. Mereka
berbeda pendapat tentang hukum mengalihkan zakat ke negeri lain setelah mereka
ber-Ijma’ bahwa boleh hukumnya mengalihkan zakat ke negeri lain jika negeri
tempat pengutipan zakat tersebut tidak membutuhkannya.
Menurut Mazhab
Hanafi: makruh mengalihkan zakat, kecuali jika
pengalihan tersebut kepada kerabat yang membutuhkan, karena dalam hal itu
terkandung menyambung silaturahim, atau kepada kelompok masyarakat yang lebih
membutuhkan daripada para fakir di negeri tempat pemungutan zakat, atau
pengalihan tersebut mengandung maslahat bagi kaum muslimin, atau dari Darulharb ke Dar Islam, atau pengalihan tersebut untuk para
penuntut ilmu, atau zakat tersebut dibayarkan sebelum masanya diwajibkan,
artinya dibayarkan sebelum masa Haul. Maka dalam semua kondisi ini tidak dimakruhkan mengalihkan zakat.
35 Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 428 [Maktabah Syamilah].
Menurut Mazhab
Syafi’i: tidak boleh mengalihkan zakat dari suatu
negeri ke negeri lain, wajib dibagi ke negeri tempat zakat tersebut dipungut
dari muzakki yang telah sampai Haul. Jika tidak ada mustahik zakat, maka dialihkan ke negeri yang di
negeri tersebut terdapat mustahik zakat. Dalil mereka dalam masalah ini adalah
hadits Mu’adz diatas. Seperti yang disebutkan Abu ‘Ubaid bahwa Mu’adz datang
dari Yaman setelah Rasulullah Saw meninggal dunia, Umar mengembalikannya.
Ketika Mu’adz mengirimkan sebagian harta zakat, Umar tidak menerimanya. Umar
menolaknya lebih dari satu kali meskipun Mu’adz menjelaskan bahwa tidak ada
mustahik zakat yang mengambilnya.
Menurut Mazhab
Maliki: tidak mengalihkan zakat ke negeri lain,
kecuali jika sangat dibutuhkan, maka Imam mengambil zakat tersebut dan
menyerahkannya kepada orang-orang yang membutuhkannya. Ini berdasarkan
pemikiran dan ijtihad, seperti yang mereka nyatakan.
Menurut Mazhab
Hanbali: tidak boleh mengalihkan zakat ke negeri
lain yang jaraknya sejauh jarak Qashar shalat. Zakat dibagikan di negeri zakat
tersebut dikutip dan negeri sekitarnya yang berada di bawah jarak Qashar
shalat.
Ibnu Qudamah al-Hanbali berkata, “Jika seseorang menentang pendapat
ini dan ia mengalihkan zakatnya, zakatnya tetap sah menurut pendapat mayoritas
ulama. Jika seseorang tinggal di suatu tempat dan hartanya di tempat lain, maka
zakatnya dibagi di negeri tempat hartanya berada, karena para mustahik di
tempat tersebut melihatnya. Jika hartanya berada di beberapa tempat, maka
zakatnya ditunaikan di setiap negeri tempat harta tersebut berada. Ini berlaku
pada zakat Mal. Sedangkan zakat Fitrah dibagi di tempat orang-orang yang
berzakat, karena zakat tersebut adalah zakat dirinya, bukan zakat hartanya.
Berdasarkan ini saya nyatakan, jika ada mustahik zakat di tempat ia
tinggal, maka zakat dibagikan kepada mustahik yang ada di tempat tersebut,
demikian menurut jumhur fuqaha’. Tidak boleh dialihkan ke kerabatnya yang
membutuhkan.
Sedangkan Abu Hanifah membolehkan pengalihan zakat disebabkan alasan
tersebut, diantaranya adalah untuk silaturahim atau sangat membutuhkan, menurut
Abu Hanifah itu boleh dilakukan, ia melihat kepada maslahat yang kuat”. (Al-Mughni karya Ibnu Qudamah,
juz. II, hal. 531 – 532 dan Nail
al-Authar karya asy-Syaukani, juz. IV, hal. 161).
MADU-HERBAL HARGA GROSIR
Kategori Tulisan
Anak
(21)
Ceramah
(25)
Doaku
(3)
Gallery
(68)
Hadits
(20)
Herbal
(3)
Hikmah
(258)
I'tikaf
(5)
Idul Fitri
(27)
Inspirasi
(149)
Jualan
(3)
Kesehatan
(43)
Keuangan
(12)
Kisahnyata
(43)
Kultum
(147)
Lailatul Qadar
(2)
Lain-lain
(49)
management
(4)
Nisa'
(1)
ODOJ
(2)
Progress
(54)
prowakaf
(2)
Puasa
(182)
Quran
(17)
Qurban
(40)
Ramadhan
(322)
Renungan
(17)
Rumahkreatif
(6)
Rumahpintar
(8)
Rumahtahfidz
(18)
Rumahyatim
(6)
Sedekah
(47)
Share
(104)
Syawal
(5)
Tanya jawab
(2)
Tarawih
(4)
Tarbiyah
(166)
Umroh
(19)
Wakaf
(8)
Yatim
(7)
Zakat
(22)
Sering dibaca
- Obat Kanker yang 10.000X Lebih Kuat dari KemoTerapi
- Daftar Tempat Makan Di Madiun
- Apa Arti Kata "Dancuk"...
- Kisah Nyata : Hati-hati Ajarkan Motor-Mobil Pada Anak di Bawah Umur
- Sahabat Kita Yang Baik Akan Menolong Kita Di Akhirat
- 10 Amal yang Pahalanya Takkan Pernah Putus
- Kepada Donatur : Kisah Nyata - Kesalahan Kecil yang Dahsyat Akibatnya
- Kadal dan Sedekah
- Kepada Donatur : Mengintip Akheratmu Dengan Melihat Kehidupan Duniamu
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!