Laman

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Membangun Kecerdasan Ruhiyah (bagian 1)

Dari Syadad bin Aus bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seorang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya, dan beramal untuk (kehidupan) setelah kematiannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Seseorang dianggap memiliki kecerdasan ruhiyah apabila ia memiliki tekad yang sangat kuat, berusaha memanfaatkan setiap momentum dan peluang yang datang, senantiasa bersikap hati-hati dan waspada agar setiap detik atau menit yang dilaluinya tidak hilang begitu saja tanpa didayagunakan untuk kebaikan dunia dan akhirat.

Nilai-Nilai Ruhiyah 1 : Orang yang Cerdas Senantiasa Melakukan Muhasabatun Nafs

“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya.” Penggalan hadits ini menunjukkan bahwa orang yang cerdas senantiasa melakukan kontrol dan pengendalian diri sebelum dan sesudah melakukan suatu perbuatan.

Muhasabah sebelum Beramal

Muhasabah sebelum beramal, dilakukan dengan memelihara niat, pikiran, kehendak, dan tekad yang terbetik dalam hati.

Sebelum melakukan suatu perbuatan, hendaknya seorang Muslim memikirkan niat dan kehendaknya, apakah diiringi keikhlasan untuk meraih pahala dari Allah atau tidak. Jika ikhlas, maka ia melanjutkan langkahnya untuk beramal. Jika tidak, maka ia menghentikan langkahnya dan berkonsentrasi untuk menata niat dan kehendaknya Al-Hasan ra. berkata, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada seorang hamba yang berhenti pada tekadnya untuk melakukan introspeksi diri. Jika yang akan dilakukannya karena Allah, Ia melanjutkannya; jika bukan karena Allah, ia mundur dan mengurungkannya.”

Muhasabah setelah Beramal

Muhasabah setelah heramal ada tiga macam:
1. Muhasabah terhadap perbuatan berkaitan dengan hak-hak Allah atau hak-hak makhluk-Nya. Apakah Ia mampu mémpertahankan keikhlasan niatnya? Apakah ia telah mengerjakannya sesuái dengan sunnah Rasulullah SAW? Jika mendapati adanya kekurangan dalam aspek-aspek di atas, maka hendaknya bertekad untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas amal, beristighfar, dan taubat kepada Allah atas setiap kekurangan dan kelalain “ yang dilakukannya.

2. Muhasabah terhadap perbuatan yang seharusnya ia tinggalkan karena termasuk perbuatan maksiat,baik maksiat besar seperti zina, minum minuman keras. mencuri dan dosa-dosa besar lainnya, maupun maksiat kecil seperti memandang yang haram, sentuhan yang haram, dan dosa-dosa kecil Iainnya. Hendaknya ia senantiasa memohon taufik dan dukungan dan Allah agar memiliki kemampuan meninggalkan semua perbuatan yang seharusnya ia tinggalkan.

3. Muhasabah terhadap urusan keduniaan yang hukum asalnya adalah diperbolehkan, untuk apa ia melakukannya? Apakah ia mengiringinya dengan niat meraih pahala Allah ataukah tidak? Muhasabah dalam urusan-urusan seperti ini akan mengajarkan kepada seorang Muslim agar senantiasa memilih kegiatan yang bermanfaat, meniatkannya untuk Allah, dan menerapkan skala prioritas amal dengan benar. (Silsilah A'malil Qulub: 447-449)


Kategori Tulisan

Anak (21) Ceramah (25) Doaku (3) Gallery (68) Hadits (20) Herbal (3) Hikmah (258) I'tikaf (5) Idul Fitri (27) Inspirasi (149) Jualan (3) Kesehatan (43) Keuangan (12) Kisahnyata (43) Kultum (147) Lailatul Qadar (2) Lain-lain (49) management (4) Nisa' (1) ODOJ (2) Progress (54) prowakaf (2) Puasa (182) Quran (17) Qurban (40) Ramadhan (322) Renungan (17) Rumahkreatif (6) Rumahpintar (8) Rumahtahfidz (18) Rumahyatim (6) Sedekah (47) Share (104) Syawal (5) Tanya jawab (2) Tarawih (4) Tarbiyah (166) Umroh (19) Wakaf (8) Yatim (7) Zakat (22)
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!
 

Info Kesehatan

More on this category »

Tarbiyah dan Pendidikan

More on this category »

Inspirasi Hidup

More on this category »

Lain-lain

Image by ageecomputer.com