Laman

Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 24 September 2012

Yatim, Aset yang Mahal



ANAK yatim adalah aset kehidupan dan bakal sumber daya manusia yang berkualitas. Rasulullah Saw. sendiri memilih berdiri di pihak mereka karena kekuatan dan keutamaan ini. Bahkan kelak, kepada mereka yang mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim, Rasulullah Saw. menjanjikan akan berdampingan di surga. Jaraknya amat rapat, sama seperti jarak antara jari telunjuk dan jari tengah yang dipadukan.

Sebenarnya, tanggung jawab terhadap mereka merupakan kewajiban melekat terhadap siapa saja yang memiliki wewenang, dan lebih-lebih yang memiliki kekuasaan. Buktinya, dalam UUD 1945 ayat 34 juga telah dicantumkan tentang perlindungan terhadap anak-anak yatim ini. Akan tetapi, tentu saja hingga sekarang pun kita masih menunggu keseriusan dari pihak-pihak yang berkompeten dalam hal ini.

Sementara, alangkah nistanya bila kita hanya berpangku tangan merasa tidak bertanggung jawab, melihat mereka gelisah menunggu nasib. Bagi kita, bukan soal tertulis di undang-undang atau tidak, tetapi bagaimanakah agama kita menganjurkan kita bersikap dalam menghadapi persoalan. Undang-undang, sebagai buatan manusia, bisa saja berubah, tetapi hukum Allah tidak pernah mengalami perubahan.

Di samping karma dorongan dari anjuran Nabi, kita juga bisa mengambil hikmah lebih besar dari proses mendidik anak yatim. Secara naluri, mereka lebih siap mandiri dibanding anak-anak biasa. Karna itu, bila diarahkan secara benar, rasa sadar diri terhadap kemahaagungan Allah akan lebih total. Mereka memang tidak memiliki tempat mengadu yang lain di kala hati sedang dilanda pilu. Allah-lah tempatnya melaporkan segala keluh-kesah hatinya, gundah-­gulananya.

Akan tetapi, potensi kemandirian itu pun bisa mengarah kepada kerusakan bila tidak mendapatkan bimbingan yang benar. Anak-anak ini cenderung sulit diatur bila telanjur salah didik. Mereka merasa lepas dari pengawasan karena kebiasaan. Alangkah sayang bila terjadi yang demikian karena keburukan salah seorang anggota masyarakat berarti ancaman bagi anggota yang lain. Karenanya, anak-anak yatim merupakan aset yang mahal bila telah berhasil digali dan didayagunakan kemampuannya. Jangan sampai terlambat hingga menyebabkan aset itu berubah menjadi parasit dan sumber bencana yang lain.

Sungguh beruntung karena kini lembaga-lembaga yang mengurus anak yatim semakin banyak bermun­culan. Ibarat cendawan yang tumbuh di musim hujan, hampir di setiap daerah sebagian mereka tertampungdi lembaga-lembaga keyatiman, seperti panti asuhan ataupun yayasan-yayasan sejenis lainnya.

Namun, apakah masalahnya selesai di sini? Belum tentu. Sebab, dalam perjalanannya ternyata tidak sedikit anak-anak yatim ini yang harus mengalami nasib malang lanjutan. Mereka dijadikan objek mencari keuntungan. Yang ini tentu saja khusus terjadi di sebuah lembaga yang memang mengkhususkan diri mengurus anak-anak yatim. Bagi anak-anak malang yang kebetulan tumbuh di keluarga-keluarga biasa, atau pada keluarga yang memperalat mereka, tentu nasib anak yatim agak rentan. Paling-paling anak-anak itu kemudian menjadi objek kemarahan, tempat tumpahan kejengkelan, bila terjadi masalah dengan induk semangnya. Hal itu pun tetap berpengaruh buruk terhadap perkembangan kejiwaan mereka, hanya saja unsur "memanfaatkan" mereka tidak ada.

Kasus-kasus "memperalat" anak yatim kadang terjadi bila niat para pengasuhnya telah bergeser. Sekilas ini wajar mengingat mengasuh anak-anak begitu banyak, juga membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra, apalagi bila anak-anak itu semakin tidak bisa diatur, semakin bandel, dan tidak serajin dan sekreatif yang diinginkan. Lalu, para pengasuhnya merasa jengkel dan memilih untuk mendapatkan apa yang bisa didapat saja. Bila hanya sebatas ini, sebenarnya tidak mengapa. Toh orang tua sendiri pun, bila melihat anaknya tidak bisa diarahkan, juga akan jengkel. Tetapi, yang tidak sehat adalah bila hal ini kemudian menjadi salah kaprah yang berkelanjutan.

Anak yatim harus diperlakukan sama dengan yang lain. Mereka bisa menjadi penurut dan bisa menjadi amat nakal dan susah diatur. Ini merupakan ciri alamiah seorang anak. Maka, salahlah lembaga panti asuhan yang hanya mengambil anak-anak yang penurut dan membuang yang bandel. Karena, apa maknanya sebuah pendidikan jika kita membiarkan anak-anak yang sedang mencari perhatian itu dilepas dari pendidikan dan kasih sayang kita? Mengapa harus menyia-nyiakan amanah masyarakat yang telah banyak membiayai jika kita hanya memilih mereka yang baik-baik? 

image http://www.anneahira.com/images/zakat-mal.jpg


Kategori Tulisan

Anak (21) Ceramah (25) Doaku (3) Gallery (68) Hadits (20) Herbal (3) Hikmah (258) I'tikaf (5) Idul Fitri (27) Inspirasi (149) Jualan (3) Kesehatan (43) Keuangan (12) Kisahnyata (43) Kultum (147) Lailatul Qadar (2) Lain-lain (49) management (4) Nisa' (1) ODOJ (2) Progress (54) prowakaf (2) Puasa (182) Quran (17) Qurban (40) Ramadhan (322) Renungan (17) Rumahkreatif (6) Rumahpintar (8) Rumahtahfidz (18) Rumahyatim (6) Sedekah (47) Share (104) Syawal (5) Tanya jawab (2) Tarawih (4) Tarbiyah (166) Umroh (19) Wakaf (8) Yatim (7) Zakat (22)
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!
 

Info Kesehatan

More on this category »

Tarbiyah dan Pendidikan

More on this category »

Inspirasi Hidup

More on this category »

Lain-lain

Image by ageecomputer.com