dakwatuna.com – Seorang lelaki Arab bernama Tsumamah
bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke Madinah hendak membunuh Nabi
Muhammad SAW. Segala sesuatu telah ia persiapkan secara matang, sebilah
pedang tajam sudah disandangnya, dan ia pun masuk ke kota suci Madinah
tempat Rasulullah bermukim.
Dengan semangat meluap-luap ia
mendatangi majelis Rasulullah, untuk melaksanakan niatnya. Umar bin
Khattab yang melihat gelagat buruk itu, langsung menghadang Tsumamah.
Umar bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau
seorang musyrik?”
Dengan terang-terangan Tsumamah menjawab, “Aku
datang ke negeri ini hanya untuk membunuh Muhammad!”. Mendengar
ucapannya, dengan sigap Umar langsung meringkusnya. Tsumamah tak sanggup
melawan Umar yang perkasa, Umar berhasil merampas senjatanya dan
mengikat tangannya, kemudian ia dibawa ke masjid.
Setelah mengikat
Tsumamah di salah satu tiang masjid, Umar segera melaporkan kejadian
ini pada Rasulullah. Rasulullah segera keluar menemui orang yang
bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat pengikatannya, beliau
mengamati wajah Tsumamah baik-baik yang terlihat kelelahan dan
ketakutan. Kemudian berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara
kalian yang sudah memberinya makan?”.
Para sahabat Rasul tentu
saja kaget dengan pertanyaan Rasulullah. Umar yang sejak tadi menunggu
perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan
apa yang didengarnya. Maka Umar memberanikan diri bertanya, “Makanan
apa yang Anda maksud wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin
membunuh bukan ingin masuk Islam!”
Namun Rasulullah tidak
menghiraukan sanggahan Umar. Beliau berkata, “Tolong ambilkan segelas
susu dari rumahku, dan buka tali pengikat orang itu”. Walaupun merasa
heran, Umar mematuhi perintah Rasulullah.
Setelah memberi minum
Tsumamah, Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa
ilaha illa-Llah (Tiada ilah selain Allah).” Si musyrik itu menjawab
dengan ketus, “Aku tidak akan mengucapkannya!”. Rasulullah membujuk
lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu
Rasul Allah.”
Namun Tsumamah tetap berkata dengan nada keras,
“Aku tidak akan mengucapkannya!” Para sahabat Rasul yang turut
menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang yang tak tahu untung
itu. Tetapi Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi.
Tsumamah yang musyrik itu bangkit seolah-olah hendak pulang ke
negerinya. Tetapi belum berapa jauh dari masjid, dia kembali kepada
Rasulullah dengan wajah ramah dan berseri ia berkata, “Ya Rasulullah,
aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad Rasul Allah.”
Rasulullah
tersenyum dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku
memerintahkan kepadamu?” Tsumamah menjawab, “Aku tidak mengucapkannya
ketika masih belum kau bebaskan karena khawatir ada yang menganggap aku
masuk Islam karena takut kepadamu. Namun setelah engkau bebaskan, aku
masuk Islam semata-mata karena mengharap keridhaan Allah Robbil Alamin.”
Pada
suatu kesempatan, Tsumamah berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah,
tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan
kota itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih ku cintai selain
Muhammad Rasulullah”.
Dulu, Umar Bin Khattab terkenal
sebagai seorang jahiliyah yang kejam, ia tega membunuh anaknya sendiri.
Juga terkenal sebagai orang yang memusuhi Islam.
Namun dengan arif
dan bijaksana, Nabi melupakan semua masa lalu yang kelabu itu, lalu
memaafkan semua kesalahan Umar. Sikap Nabi tersebut menimbulkan simpati
yang mendalam bagi Umar. Dari sikap memusuhi, Umar berbalik menjadi
bersimpati. Umar lalu menjadi pengikut Nabi, menjadi panglima perang dan
menjadi khalifah yang terkenal bijaksana setelah Nabi wafat.
Khalid
bin Walid sebelumnya juga terkenal bengis dan merupakan musuh utama
Nabi dan para sahabat. Ia telah membunuh 70 orang sahabat-sahabat
terbaik Nabi dalam perang Uhud.
Namun Nabi berhasil menaklukkan
Khalid, tidak dengan kekerasan, tetapi dengan sikap bijaksana dan
memaafkan semua kesalahan Khalid. Ia pun lalu berbalik menjadi pengikut
Nabi dan tercatat sebagai panglima perang terbaik dan gagah berani
sepanjang sejarah Islam.
Memang tidak selamanya kekerasan bisa
diselesaikan dengan kekerasan, keburukan dibalas dengan keburukan,
perbuatan jahat dibalas dengan kejahatan pula. Hal itu sering tidak
menyelesaikan masalah, sebaliknya justru menimbulkan dendam dan sakit
hati berkepanjangan.
Kita tentu pernah membuktikan sendiri bahwa
memaafkan memiliki kekuatan dan hikmah yang luar biasa. Memaafkan secara
luar biasa bisa merubah antipati menjadi simpati serta meluruhkan
dendam yang menggerogoti dan selalu meracuni hati kita. Mari saling
memaafkan dengan bersungguh-sungguh.