Dalam syariat Islam dikenal berbagai keringanan hukum
(rukhsah) untuk tidak berpuasa Ramadhan bagi orang-orang tertentu yang tidak
mampu secara fisik atau mengalami kesulitan dan kepayahan dalam menjalankan
puasa. Di antara orang yang mendapatkan keringanan itu adalah mereka yang sudah
berusia lanjut. Mengenai hal ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar
fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin” (QS. Al-Baqarah: 184)
Berdasarkan ayat di atas, hal yang wajib bagi orang berusia
lanjut dan tidak mampu menjalankan puasa bukanlah melaksanakan ibadah puasa,
tapi membayar fidyah satu mud makanan pokok (675 gram/6,75 ons) untuk tiap hari
puasa yang ditinggalkannya.
Lantas, apa kriteria orang lanjut usia yang boleh tidak
berpuasa lalu cukup menggantinya dengan membayar satu mud?
Tentang ayat di atas, Syekh Zakaria al-Anshari menjelaskan
bahwa maksud dari kata “orang yang berat menjalankan puasa” adalah orang tua
yang sudah berupaya mencoba untuk berpuasa tapi ia tidak lagi kuat untuk
menyelesaikan puasanya hingga waktu maghrib” (Syekh Zakaria al-Anshari, Fath
al-Wahhab, juz 1, hal. 213).
Lebih spesifik lagi, yang dikehendaki dari orang lanjut
usia adalah orang yang sudah berusia di atas 40 tahun yang tidak mampu
menjalankan ibadah puasa—sekiranya tatkala berpuasa maka ia akan mengalami
tekanan fisik yang amat berat (masyaqqah syadidah) atau tekanan fisik yang
tidak dapat ditanggung menurut standar umumnya masyarakat (la tuhtamalu
adatan).
Berbeda halnya jika tekanannya sebatas rasa lapar dan
lemahnya fisik yang masih dapat ditahan sebagaimana umumnya masyarakat, maka
dalam kondisi demikian tidak boleh meninggalkan puasanya. Ketentuan ini seperti
dijelaskan oleh Syekh Khatib asy-Syirbini:
“Orang tua renta—yakni orang yang usianya melebihi 40
tahun, wanita tua renta dan orang sakit yang tidak diharapkan
kesembuhannya—jika mereka tak mampu berpuasa, sekiranya akan mengalami
kesulitan yang berat, maka ia boleh tidak berpuasa dan wajib bagi mereka
memberi makan untuk tiap hari yang ditinggalkan sebanyak satu mud” (Syekh
Khatib asy-Syirbini, al-Iqna’ fi Hilli Alfadzi Abi Syuja’, juz 2, hal. 397).
Sedangkan ketika pada waktu tertentu orang lanjut usia
kembali kuat menjalankan ibadah puasa setelah sebelumnya tidak mampu, maka
wajib baginya untuk kembali melaksanakan puasa pada hari di mana ia kuat
melaksanakan ibadah puasa sampai selesai (masuk waktu maghrib). Dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal dijelaskan:
“Menurut qaul adzhar membayar satu mud wajib bagi orang
yang tidak berpuasa karena faktor usia, seperti seseorang telah berusia lanjut
dan pikun, tidak mampu menjalankan ibadah puasa dari waktu ke waktu. Jika ia
mampu berpuasa pada waktu tertentu, maka wajib baginya untuk berpuasa pada saat
itu. Hukum yang sama juga berlaku bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa
wajib, baik puasa ramadhan atau puasa yang lain, karena faktor lumpuh atau
sakit yang tak dapat diharapkan kesembuhannya atau karena faktor kesulitan yang
amat berat yang menimpanya dan tak mampu ia menanggungnya” (Syekh Sulaiman
al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, Juz 8, Hal. 278)
Dan ia tidak berkewajiban mengqadha puasa yang sebelumnya
pernah ditinggalkan, sebab telah terganti dengan pembayaran fidyah. Seperti
yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-Haitami:
“Jika seseorang
telah mampu berpuasa setelah tidak mampu menjalankannya, maka tidak wajib
mengqadha puasa yang telah lalu, seperti halnya yang diungkapkan oleh mayoritas
ulama” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal.483)
Sedangkan ketika orang lanjut usia yang sudah tidak mampu
untuk berpuasa, tidak mampu untuk membayar fidyah dengan memberi makanan satu
mud kepada fakir miskin, maka dalam keadaan demikian ia tidak terkena kewajiban
apa pun. Cukup memperbanyak istighfar atas ketidakmampuannya menjalankan
kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Hal demikian sesuai dengan keterangan dalam kitab al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuh: “Jika seseorang juga tidak mampu memberi makan fakir
miskin, maka tidak ada kewajiban baginya, dan Allah tidaklah membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. Ulama Hanafiyah berpandangan
mengenai hal ini: “Ia memohon ampun kepada Allah, dan meminta permohonan maaf
atas kelalaiannya hak yang wajib baginya” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami
wa Adillatuh, juz 3, hal. 117)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang lanjut usia
yang tidak berkewajiban puasa tapi wajib menggantinya dengan membayar fidyah
adalah orang yang berusia di atas 40 tahun yang sudah pernah mencoba untuk
berpuasa namun tidak mampu untuk menyelesaikan puasanya hingga waktu maghrib.
Sekiranya saat ia mencoba menguatkan diri untuk berpuasa, maka ia akan
merasakan tekanan fisik yang amat berat atau tekanan fisik yang tidak dapat
ditanggung oleh umumnya masyarakat.
Idealnya orang lanjut usia mendapat pendampingan dari
mereka yang masih muda. Penurunan fungsi organ yang secara alamiah orang lansia
alami biasanya menjadi kendala fisik dan luput dari perhatian mereka sendiri.
Apalagi bila disertai adanya gejala penyakit. Jika puasa memang betul-betul
memberatkan, orang lansia boleh tidak puasa, sebab hal yang wajib baginya sudah
bukan lagi berpuasa, tapi beralih menjadi membayar fidyah sebanyak satu mud.
Wallahu a’lam.
Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/kriteria-orang-lanjut-usia-yang-tidak-wajib-puasa-ramadhan-3scZd