Mereka berdua betul-betul mengalahkan kepentingan keluarga dan diri mereka sendiri untuk mengambil posisi sebagai pahlawan. Tidak ada hari libur bagi mereka, tak peduli tanggal merah, hari minggu atau libur nasional. Saya rasa mereka menjadikan lembaga social ini sebagai napas hidup mereka. Bahkan si Agus ini sampai takut menikah karena khawatir kehidupan rumah tangganya seperti kehidupan rumah tangga saya dulu. Tak pernah di rumah, isinya rapat, cari donator, mencari penerima santunan yang betul-betul layak sampai ke pelosok, penyaluran bantuan, laporan kegiatan, laporan keuangan, pelatihan dan lain-lain. Sering ada percekcokan dalam rumah tangga saya karena saya tidak memberikan hak semestinya kepada anak istri. Tak ada waktu untuk keluarga, jarang di rumah, pulang tak bawa uang.
Sabtu, 06 September 2014
Pahlawan Yang Membakar Dirinya Sendiri
Pukul 23:45 ini tiba-tiba saya teringat banyak nama yang
melintas dan mewarnai hitam putih dan aneka warna kehidupan saya hari-hari ini.
Ada Erna Rachmawati, ada Mas Huda, ada Agus Hariono, ada Mbak Juli Susanti, ada
Bu Erta Anastasia, Mbak Nurul Pelita Hadi, ada Mbak Sriana Armina dan ada anak
istri saya.
Hidup seperti sinetron.
Hari-hari ini, bulan-bulan ini saya mengalami begitu banyak
warna kehidupan layaknya sebuah sinetron… Mertua yang sejak Februari sakit dan
tak pernah lagi bias berjalan, dan hanya menjadi “kembang Amben” bed rest
hingga September ini. Mulai maret minta ikut saya karena ipar-ipar saya tidak
memungkinkan merawat orang tuanya karena kerepotan masing-masing.
Mertua sakit dan pindah rumah
Keinginan mertua ikut dengan saya dan Istri menjadikan kita
harus pindah rumah, menyiapkan dari awal kehidupan yang baru, renov rumah,
pindahan, beres-beres rumah yang tidak kunjung selesai. Sekarang saya kadang
merasa seperti terpenjara dalam gua (seperti kisah sun go kong kali ya). Karena
kita harus ada yang stand by di rumah menunggu mertua. Dulu waktu anak per tama
masih kelas 6 SD kita masih bias sering keluar, karena Mas Riski lebih banyak
di rumah menikmati kehidupan dengan film kartun. Sekarang Mas Riski sudah di
pondok, berarti kesempatan keluar rumah semakin sedikit.
Kewajiban muslim tinggal dekat dengan masjid.
Di depan rumah sekarang juga ada bangunan masjid yang yang
waktu itu terbengkalai, bekerja ekstra mendorong tokoh kunci dengan halus agar
segera dipakai, dan setelah dipaksakakan untuk dipakai kita punya kesibukan
baru, membersihkan terpal untuk alas karpet, menata karpet dan sebagainya. Sekarang
agak ringan karena keramik sudah terpasang, tinggal menyapu dan mengepel lantai
setiap menjelang waktu sholat, kemudian adzan dan menjadi imam sholat. Menyapu dan
mengepel lantai butuh waktu 1 jam-an. Mantappp.
Ladang pahala
Merawat mertua dengan segala penyakit dan permasalahannya,
kemudian membina masjid dan menghidupkannya, sesungguhnya dua hal ini bagi saya
dan keluarga adalah ladang pahala yang luar biasa. Saya menyadari betul hal
ini, dan berusaha menikmati. Harus ikhlash dan tidak menyerah. Saya menyadari
betul bahwa setiap anak pasti merindukan orang tuanya, apalagi sudah usia senja,
sakit, banyak biaya. Saya yakin semua anak ingin meringankan beban orangtuanya.
Saya punya keinginan yang sangat kuat untuk “pulang kampung” dan menemani kedua
orang tua yang sudah renta sebagaimana saya menemani mertua saya. Tapi jarang
kesampaian.
Makan banyak waktu.
Diakui atau tidak, dengan dua kesibukan saya yang baru ini
banyak waktu yang tersita, waktu untuk membantu Lembaga Manajemen Infaq yang
dulu saya rintis bersama beberapa teman, waktu untuk mencari donator, waktu
untuk mencari nasabah, waktu untuk mencari jamaah haji/umroh. Pekerjaan-pekerjaan
itu sudah masuk dalam kehidupan saya sejak lama dan tidak bias saya tinggalkan
begitu saja. Hanya saja banyaknya waktu yang tersita menjadikan
pekerjaan-pekerjaan jadi terbengkalai.
Monoton dan bosan
Mulai februari 2014, kehidupan yang lumayan morat-marit ini
saya jalani dengan suka-duka. Kadang muncul kebosanan luarbiasa dengan
aktivitas sehari-hari. Minggu-minggu ini saya merasakan kebosanan yang sangat
memuncak, jenuh, bosan.
Obat kebosanan
Kebosanan sebelumnya sering muncul tapi bias saya tepis dengan
menonton film laga yang saya copy dari hard disk teman sekantor-Erna
Rachmawati. Hard disk dari sang suami-mas Huda dan banyak film bagus di
dalamnya. Kapan hari mbak Erna menawari beberapa teman yang pengen nonton film,
katanya hard disknya baru dibelikan sang suami dan diisi banyak film. Saya yang
per tama meminjam. Saya copy beberapa film laga kesukaan saya. Lumayan untuk
obat kejenuhan.
Die Hard sequel 4
Malam jumat lalu, sepulang bertemu beberapa ustadz, saya
iseng masuk kamar anak saya dan nonton tv. Aktivitas yang sangat lama tidak
saya lakukan-nonton TV. Cari channel olah raga tidak ada yang menarik, apalagi
sinetron, lama tidak kenal sinetron. Saya menemukan salah satu channel memutar
film Die Hard sequel 4 yang hampir selesai. Ada dialog cukup menarik antara John McClane (Bruce Willis)
dengan Matthew
"Matt" Farrell (Justin Long). McClane mengatakan kalau pahlawan
melakukan banyak hal demi orang lain tapi kehidupan pribadi dan keluarga
menjadi taruhan, banyak kacaunya. Matt Farrell bertanya, “mengapa kamu
mengorbankan hidup untuk menjadi pahlawan?” Dijawab : “karena orang lain tidak
ada yang mau mengambil peran itu.”
Apa yang
dikatakan bruce Willis saya rasa bukan sesuatu yang mengada-ada. Pada peran
tertentu, tidak ada orang yang mau dan mampu melakukan. Dan itu harus di
dilakukan oleh seseorang. Pada potongan kejadian ini, saya ingat dua sahabat
saya, Agus Hariono dan Mbak Juli Susanti yang banyak mengorbankan kepentingan
pribadi dan keluarganya untuk menjadi pilar utama berjalannya Lembaga Manajemen
Infaq yang dulu kita rintis bersama.
Mereka berdua
bersama tim bekerja nyaris 24 jam sehari mencarikan dan menyalurkan dana untuk
anak yatim, fakir miskin, janda renta, tukang becak, beasiswa anak-anak tidak
mampu, peningkatan gizi daerah terpencil, pendidikan ketrampilan warga miskin
kota, qurban untuk daerah tertinggal, miskin dan padat penduduk, pengelolaan
rumah tahfidz, rumah yatim, rumah kreatif. Belum lagi ketika di pelosok negeri ini
mengalami bencana, membantu saudara muslim yang mengalami penindasan dan
musibah seperti di Palestina.
Mereka berdua betul-betul mengalahkan kepentingan keluarga dan diri mereka sendiri untuk mengambil posisi sebagai pahlawan. Tidak ada hari libur bagi mereka, tak peduli tanggal merah, hari minggu atau libur nasional. Saya rasa mereka menjadikan lembaga social ini sebagai napas hidup mereka. Bahkan si Agus ini sampai takut menikah karena khawatir kehidupan rumah tangganya seperti kehidupan rumah tangga saya dulu. Tak pernah di rumah, isinya rapat, cari donator, mencari penerima santunan yang betul-betul layak sampai ke pelosok, penyaluran bantuan, laporan kegiatan, laporan keuangan, pelatihan dan lain-lain. Sering ada percekcokan dalam rumah tangga saya karena saya tidak memberikan hak semestinya kepada anak istri. Tak ada waktu untuk keluarga, jarang di rumah, pulang tak bawa uang.
Mereka berdua betul-betul mengalahkan kepentingan keluarga dan diri mereka sendiri untuk mengambil posisi sebagai pahlawan. Tidak ada hari libur bagi mereka, tak peduli tanggal merah, hari minggu atau libur nasional. Saya rasa mereka menjadikan lembaga social ini sebagai napas hidup mereka. Bahkan si Agus ini sampai takut menikah karena khawatir kehidupan rumah tangganya seperti kehidupan rumah tangga saya dulu. Tak pernah di rumah, isinya rapat, cari donator, mencari penerima santunan yang betul-betul layak sampai ke pelosok, penyaluran bantuan, laporan kegiatan, laporan keuangan, pelatihan dan lain-lain. Sering ada percekcokan dalam rumah tangga saya karena saya tidak memberikan hak semestinya kepada anak istri. Tak ada waktu untuk keluarga, jarang di rumah, pulang tak bawa uang.
The Devil Wears
Prada
Bukan hanya keluarga dan lingkungan yang tidak terpenuhi haknya, mereka yang terlena dengan jiwa kepahlawanannya seringkali tidak menjadi pahlawan untuk diri sendiri, fisik diabaikan, makanan seadanya, olahraga tidak disempatkan. Dan yang paling parah jika hak Allah sebagai tuhan kita sampai kita tinggalkan. Sholat lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan, zakat dari setiap rupiah yang dihasilkan, tidak melakukan dosa dan kemaksiatan (pergaulan, gaya hidup yang dilarang seperti miras dan lain-lain)
MADU-HERBAL HARGA GROSIR
Kategori Tulisan
Anak
(21)
Ceramah
(23)
Doaku
(3)
Gallery
(68)
Hadits
(19)
Herbal
(3)
Hikmah
(256)
I'tikaf
(5)
Idul Fitri
(27)
Inspirasi
(149)
Jualan
(3)
Kesehatan
(43)
Keuangan
(12)
Kisahnyata
(43)
Kultum
(147)
Lailatul Qadar
(2)
Lain-lain
(49)
management
(4)
Nisa'
(1)
ODOJ
(2)
Progress
(54)
prowakaf
(2)
Puasa
(182)
Quran
(17)
Qurban
(40)
Ramadhan
(315)
Renungan
(17)
Rumahkreatif
(6)
Rumahpintar
(8)
Rumahtahfidz
(18)
Rumahyatim
(6)
Sedekah
(47)
Share
(104)
Syawal
(5)
Tanya jawab
(2)
Tarawih
(4)
Tarbiyah
(166)
Umroh
(19)
Wakaf
(8)
Yatim
(7)
Zakat
(22)
Sering dibaca
- Obat Kanker yang 10.000X Lebih Kuat dari KemoTerapi
- Daftar Tempat Makan Di Madiun
- Apa Arti Kata "Dancuk"...
- Kisah Nyata : Hati-hati Ajarkan Motor-Mobil Pada Anak di Bawah Umur
- Sahabat Kita Yang Baik Akan Menolong Kita Di Akhirat
- 10 Amal yang Pahalanya Takkan Pernah Putus
- Kepada Donatur : Kisah Nyata - Kesalahan Kecil yang Dahsyat Akibatnya
- Kadal dan Sedekah
- Kepada Donatur : Mengintip Akheratmu Dengan Melihat Kehidupan Duniamu
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!