Laman

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 31 Desember 2024

5 Langkah Menjaga Hati Saat Berpuasa

 Pentingnya Menjaga Hati dalam Berpuasa

Hati adalah pusat dari segala kebaikan dan keburukan. Jika hati bersih, maka seluruh amal ibadah yang kita lakukan akan diterima oleh Allah SWT. Sebaliknya, jika hati kotor, maka amal ibadah kita tidak akan bernilai. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Dan jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati adalah pusat dari segala perasaan, pikiran, dan tindakan manusia. Jika hati baik, maka seluruh anggota tubuh akan terdorong untuk melakukan kebaikan. Sebaliknya, jika hati buruk, maka seluruh anggota tubuh akan cenderung melakukan keburukan.

 

Cara Menjaga Hati dalam Berpuasa

1.       Memperbanyak Istighfar:

Istighfar adalah memohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa yang telah kita perbuat. Dengan istighfar, hati akan menjadi bersih dan lapang. Allah berfirman dalam Al-Quran:

وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

"Dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisa: 106)

 

2.       Memperbanyak Zikir:

Zikir adalah mengingat Allah SWT dengan menyebut nama-Nya atau sifat-sifat-Nya. Zikir dapat menenangkan hati dan menjauhkan kita dari godaan setan. Terkait hal ini Rasulullah bersabda sebagaimana hadits Riwayat At-Tirmidzi

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah engkau kosongkan lisanmu dari mengingat Allah.” (HR. At-Tirmidzi)

 

3.       Memperbanyak Membaca Al-Quran:

Membaca Al-Quran dapat memberikan ketenangan hati dan meningkatkan keimanan. Al-Quran adalah pedoman hidup bagi umat Islam. Allah berfirman dalam  Al-Quran:

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

"Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh, bahwa bagi mereka ada pahala yang besar." (QS. Yusuf: 109)  

 

4.       Menjaga Lisan dari Perkataan yang Buruk:

Menjaga lisan dari perkataan yang buruk, seperti ghibah, namimah, dan bohong, sangat penting untuk menjaga kebersihan hati. Rasulullah bersabda sebagaimana hadits Riwayat Bukhari dan Muslim :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ لِلْمُسْلِمِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang muslim bagi muslim lainnya seperti sebuah bangunan, yang satu menguatkan yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

5.       Menjaga Pandangan dari yang Haram:

Menjaga pandangan dari hal-hal yang haram dapat mencegah timbulnya fitnah dan menjaga kebersihan hati. Allah berfirman dalam Al quran :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nur: 30)  

 

Madiun, 31 Desember 2024

Memurnikan Niat Puasa

 Mengapa Memurnikan Niat Puasa Itu Penting?

Niat adalah pondasi dari segala amal ibadah. Puasa, yang merupakan ibadah yang menyentuh semua aspek kehidupan kita, sangat bergantung pada niat yang benar dan tulus.

Memurnikan niat puasa Ramadhan sangat penting karena niat adalah aspek fundamental dalam ibadah puasa. Beberapa alasan mengapa memurnikan niat puasa Ramadhan itu penting antara lain:

1. Pahala yang Diterima Bergantung pada Niat: Dalam Islam, setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Seperti yang disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW, "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan" (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan niat yang murni karena Allah, seseorang akan mendapatkan pahala yang besar.

2. Menjaga Keikhlasan: Memurnikan niat berarti berpuasa karena Allah semata, tanpa mengharapkan pujian dari orang lain atau tujuan duniawi lainnya. Keikhlasan dalam beribadah sangat ditekankan dalam Islam, dan dengan niat yang murni, puasa akan menjadi lebih bernilai di hadapan Allah.

3. Membentuk Disiplin Diri: Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa seperti perbuatan buruk. Dengan niat yang tulus, seseorang akan lebih mudah untuk menjaga dirinya dari godaan-godaan dan memperkuat ketakwaannya.

4.    Meningkatkan Kualitas Ibadah: Niat yang murni membantu seseorang untuk lebih fokus pada tujuan spiritual puasa, yaitu mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan jiwa, dan memperoleh pahala. Jika niatnya tidak murni, maka puasa hanya menjadi rutinitas fisik tanpa makna spiritual yang mendalam.

5.   Memenuhi Syarat Sahnya Puasa: Dalam hukum fiqh, niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar (subuh) untuk puasa pada hari berikutnya. Tanpa niat yang jelas, puasa tidak sah meskipun seseorang tidak makan atau minum.

Dengan demikian, memurnikan niat dalam berpuasa Ramadhan adalah langkah pertama untuk memastikan bahwa puasa yang dilakukan bukan hanya sebagai kewajiban fisik, tetapi sebagai ibadah yang diterima dan diberkahi oleh Allah SWT.

 

Dalil terkait Niat dalam Puasa Ramadhan

1. Dalil dari Al-Qur'an:

Meskipun Al-Qur'an tidak secara eksplisit menyebutkan tentang niat puasa, terdapat penekanan pada pentingnya tujuan ibadah yang dilakukan dengan penuh kesungguhan dan ikhlas kepada Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yā ayyuhā al-ladhīna āmanū kutiba 'alaykum as-ṣiyāmu kamā kutiba 'alā al-ladhīna min qablikum la'allakum tattaqūn.

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

Ayat ini menegaskan bahwa puasa adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Islam, dan tujuannya adalah untuk mencapai takwa (kesadaran dan ketaatan kepada Allah). Niat puasa yang benar adalah niat untuk mencapai takwa, yaitu tujuan utama dalam menjalankan puasa. Ini menunjukkan bahwa ibadah puasa harus dilakukan dengan tujuan yang lurus dan ikhlas karena Allah.

 

2. Dalil dari Hadits Shahih:

a. Hadits 1

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

'An Umar bin Khattab radiyallahu 'anhu qāla: Sami'atu Rasūlallāhi ṣallallāhu 'alayhi wasallam yaqūl: "Innamā al-a`mālū bin-niyyāt, wa innamā likulli imri'in mā nawwā, faman kānat hijratuhū ilā Allāhi wa rasūlihī fahijratuhū ilā Allāhi wa rasūlihī, waman kānat hijratuhū li dunyā yusībuhā aw imra’atin yatazawwajuhā fahijratuhū ilā mā hājara ilayh."

Dari Umar bin Khattab RA, ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia raih atau untuk seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu untuk apa yang ia tuju.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa niat adalah inti dari setiap amal perbuatan. Amal ibadah, termasuk puasa, tidak hanya dilihat dari tindakan fisiknya, tetapi juga dari niat yang mendasarinya. Jika niatnya ikhlas karena Allah, maka ibadah tersebut diterima. Oleh karena itu, dalam puasa Ramadhan, niat yang benar dan ikhlas sangat penting agar puasa tersebut diterima di sisi Allah dan menjadi sarana untuk memperoleh pahala.

b. Hadits 2

"مَن صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ"

Man ṣāma ramadāna īmānan waḥtisābān ghufira lahu mā taqaddama min dhanbihī.

"Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan bahwa untuk puasa Ramadhan yang diterima oleh Allah, seseorang harus melakukannya dengan niat yang benar, yaitu dengan penuh iman dan harapan akan pahala dari Allah. Niat ini bukan hanya dalam perkataan, tetapi harus tercermin dalam tindakan dan sikap. Dengan niat yang ikhlas, puasa menjadi sarana pengampunan dosa-dosa yang telah lalu.


Madiun, 31 Desember 2024

Sesungguhnya Amal tergantung dari Niatnya

Hadits tentang niat yang sangat terkenal dan sering disebutkan dalam berbagai kajian keislaman adalah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab RA. Hadits ini menjelaskan tentang pentingnya niat dalam setiap amal perbuatan, baik ibadah maupun amal duniawi. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

'An Umar bin Khattab radiyallahu 'anhu qāla: Sami'atu Rasūlallāhi ṣallallāhu 'alayhi wasallam yaqūl: "Innamā al-a`mālū bin-niyyāt, wa innamā likulli imri'in mā nawwā, faman kānat hijratuhū ilā Allāhi wa rasūlihī fahijratuhū ilā Allāhi wa rasūlihī, waman kānat hijratuhū li dunyā yusībuhā aw imra’atin yatazawwajuhā fahijratuhū ilā mā hājara ilayh."

Dari Umar bin Khattab RA, ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia raih atau untuk seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu untuk apa yang ia tuju.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Makna dan Penjelasan Hadits:

Hadits ini merupakan hadits yang sangat penting dalam Islam dan menjadi dasar utama dalam memahami bagaimana niat menentukan nilai suatu amal. Hadits ini diriwayatkan oleh Umar bin Khattab RA, yang merupakan salah satu sahabat utama Rasulullah SAW dan khalifah kedua dalam sejarah Islam. Hadits ini berbicara tentang niat dalam setiap amal perbuatan, termasuk dalam hal hijrah, yang merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam.

  1. "Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya":

Bagian pertama hadits ini menjelaskan bahwa setiap amal, baik itu ibadah seperti puasa, shalat, atau amal lainnya, atau bahkan tindakan duniawi seperti bekerja, semuanya bergantung pada niat yang ada di hati seseorang. Jika niatnya benar dan ikhlas karena Allah, maka amal tersebut diterima dan mendapat pahala. Sebaliknya, jika niatnya tidak ikhlas, maka amal tersebut tidak akan dihargai oleh Allah.

  1. "Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan":

Dalam bagian kedua hadits ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa seseorang akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan niatnya. Jika niatnya untuk kebaikan dan pahala di sisi Allah, maka ia akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan niat tersebut. Jika niatnya untuk mendapatkan dunia, maka ia hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan tersebut, dan itu tidak akan mendatangkan pahala.

  1. Contoh Hijrah dalam Hadits Ini:

Hadits ini menyebutkan hijrah sebagai contoh untuk menjelaskan niat. Hijrah yang dimaksud di sini adalah hijrah yang dilakukan oleh umat Islam pada masa awal Islam, ketika mereka meninggalkan Mekkah menuju Madinah demi menjaga agama dan mendukung Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa hijrah yang diterima oleh Allah adalah hijrah yang dilakukan dengan niat yang benar, yaitu karena Allah dan Rasul-Nya.

Hijrah karena Allah dan Rasul-Nya: Ini adalah hijrah yang dilakukan dengan tujuan untuk memperjuangkan agama, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Hijrah untuk dunia: Jika seseorang melakukan hijrah hanya untuk tujuan duniawi, seperti mencari kekayaan atau menikahi seorang wanita, maka hijrah tersebut tidak akan dihargai sebagai amal ibadah, meskipun secara fisik ia telah melakukan hijrah.

 

Hikmah dari Hadits Ini:

  1. Niat Adalah Penentu Nilai Amal:

Hadits ini mengajarkan bahwa segala amal perbuatan kita—baik yang bersifat ibadah maupun tindakan duniawi—akan dihargai oleh Allah sesuai dengan niat kita. Niat yang ikhlas karena Allah akan membuat amal tersebut bernilai ibadah dan mendatangkan pahala. Jika niatnya bukan untuk Allah, amal tersebut tidak akan mendapatkan pahala.

  1. Pentingnya Ikhlas dalam Beramal:

Hadits ini menegaskan pentingnya keikhlasan dalam setiap amal. Setiap amal yang kita lakukan, baik besar maupun kecil, harus dilakukan dengan niat yang benar dan untuk mencari ridha Allah.

  1. Menghindari Riya' dan Niat Duniawi:

Hadits ini juga memperingatkan kita untuk menghindari amal yang dilakukan dengan niat yang buruk, seperti untuk mendapatkan pujian, harta, atau keuntungan duniawi lainnya. Sebab, jika niatnya hanya untuk itu, maka amal tersebut tidak akan dihargai oleh Allah.

 

Kesimpulan:

Hadits riwayat Umar bin Khattab RA ini mengajarkan bahwa niat adalah kunci dari setiap amal perbuatan dalam Islam. Setiap amal, baik itu ibadah maupun duniawi, akan dihargai oleh Allah sesuai dengan niat yang mendasarinya. Oleh karena itu, seorang Muslim harus selalu menjaga niatnya, memastikan bahwa setiap tindakan yang dilakukan, baik dalam beribadah maupun dalam kehidupan sehari-hari, dilakukan dengan niat yang ikhlas untuk Allah SWT.


Madiun, 31 Desember 2024

Makna Puasa Ramadhan

 Makna Puasa Ramadhan Secara Istilah:

Secara istilah, puasa (dalam bahasa Arab: sawm) berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan hubungan suami istri, mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat yang tulus karena Allah. Puasa merupakan bentuk ibadah yang dilakukan dengan cara menahan diri secara fisik dan mental untuk mencapai kesucian jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Makna Puasa Ramadhan Secara Syariat Islam:

Puasa Ramadhan dalam syariat Islam memiliki makna yang lebih luas dan mendalam, baik dari segi hukum maupun tujuan spiritual. Berikut adalah penjelasannya:

  1. Rukun Islam yang Keempat: Puasa Ramadhan adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat, yaitu mereka yang baligh, sehat, dan tidak sedang dalam perjalanan jauh (musafir) atau dalam kondisi tertentu yang membolehkan keringanan, seperti bagi wanita hamil atau menyusui.

  2. Wajib pada Bulan Ramadhan: Puasa Ramadhan wajib dilaksanakan pada bulan Ramadhan, yang merupakan bulan yang sangat mulia dalam kalender Hijriyah. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

    • "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183) Ayat ini menjelaskan bahwa puasa Ramadhan adalah kewajiban yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam, dengan tujuan untuk mencapai takwa.
  3. Menahan Diri dari Nafsu Duniawi: Puasa Ramadhan mengajarkan umat Islam untuk menahan diri dari berbagai godaan duniawi, seperti makan, minum, dan hubungan suami istri, mulai dari fajar hingga maghrib. Selain itu, puasa juga melatih umat Islam untuk mengendalikan nafsu buruk dan menghindari perbuatan maksiat, seperti berbicara kotor, bergosip, atau marah.

  4. Tujuan Utama Puasa: Tujuan puasa Ramadhan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan hati, dan meningkatkan ketakwaan. Puasa merupakan sarana untuk introspeksi diri dan menjadi lebih sabar dalam menghadapi ujian kehidupan. Selain itu, puasa juga memiliki manfaat sosial, di antaranya meningkatkan rasa empati terhadap mereka yang kurang mampu dan berbagi dengan sesama.

  5. Bukti Pengabdian dan Ibadah kepada Allah: Puasa adalah bentuk pengabdian seorang Muslim kepada Allah, karena meskipun tidak tampak oleh orang lain, namun seseorang yang berpuasa hanya dapat memperoleh pahala jika niatnya ikhlas karena Allah. Oleh karena itu, puasa mengajarkan nilai-nilai keikhlasan, kesabaran, dan pengorbanan.

Secara keseluruhan, puasa Ramadhan dalam syariat Islam adalah ibadah yang melibatkan aspek fisik dan spiritual yang bertujuan untuk mencapai ketakwaan, mensucikan diri, memperbaiki akhlak, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Puasa juga memiliki banyak hikmah dan manfaat, baik untuk individu maupun untuk umat secara keseluruhan.


 

Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an

a. Surat Al-Baqarah, Ayat 183

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yā ayyuhā al-ladhīna āmanū kutiba 'alaykum as-ṣiyāmu kamā kutiba 'alā al-ladhīna min qablikum la'allakum tattaqūn.

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

Ayat ini menjelaskan kewajiban puasa bagi umat Islam sebagai salah satu ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT, sebagaimana puasa juga diwajibkan bagi umat-umat terdahulu. Tujuan dari puasa ini adalah untuk mencapai takwa, yaitu kesadaran diri yang tinggi terhadap perintah dan larangan Allah. Puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga untuk memperbaiki jiwa, meningkatkan kesabaran, dan menghindari segala bentuk dosa.

 

2. Dalil Puasa Ramadhan dalam Hadits Shahih

a. Hadits dari Rasulullah SAW tentang niat puasa Ramadhan

إِذَا أَتَى رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Iza atā ramadānu futiat abwāb al-jannati wughulliqat abwāb an-nāri waṣu'fidat as-shayāīn.

"Apabila datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan betapa istimewanya bulan Ramadhan. Bulan ini adalah waktu di mana Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka, serta setan-setan dibelenggu, yang membuat umat Islam memiliki kesempatan lebih besar untuk berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini juga menggambarkan kemudahan dan kelapangan bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa dan beribadah pada bulan ini.

 

b. Hadits tentang niat puasa Ramadhan

"مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ"

Man ṣāma ramadāna īmānan watisābān ghufira lahu mā taqaddama min dhanbihī.

"Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan bahwa puasa Ramadhan harus dilaksanakan dengan penuh iman kepada Allah dan dengan harapan mendapatkan pahala dari-Nya, bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus. Dengan niat yang ikhlas dan penuh keimanan, puasa Ramadhan akan menjadi sarana pengampunan dosa-dosa yang telah lalu, yang menunjukkan betapa besar pahala yang terkandung dalam ibadah puasa ini.


Madiun, 31 Desember 2024

Kamis, 26 Desember 2024

Ridha: Kunci Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

 


Ridha Kunci Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Miftahurrohman, S.E., M.M.

 

Dalam kehidupan yang penuh dinamika ini, kita sering dihadapkan pada berbagai situasi yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Terkadang, kita merasa kecewa, sedih, bahkan marah. Namun, sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk senantiasa ridha terhadap segala ketetapan Allah SWT. Ridha merupakan kunci ketenangan hati dan kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Ridha mencakup tiga aspek penting: ridha kepada Allah sebagai Rabb, ridha kepada Islam sebagai agama, dan ridha kepada Nabi Muhammad sebagai rasul.

1. Ridha kepada Allah sebagai Rabb:

Ridha kepada Allah sebagai Rabb berarti menerima dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, ditaati, dan diimani. Kita ridha dengan segala perintah dan larangan-Nya, serta menerima dengan lapang dada segala takdir yang telah Allah tetapkan, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

  • Ayat Al-Qur'an:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

(Mā aṣāba mim muṣībatin illā biiżnillāh, wa may yumim billāhi yahdi qalbahu, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm)

Terjemahnya: "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. At-Taghabun: 11)  

Ayat ini menjelaskan bahwa setiap musibah yang menimpa kita terjadi atas izin Allah. Dengan beriman dan ridha, Allah akan memberikan ketenangan dan petunjuk di hati kita.  

  • Contoh Nyata Ridha Kepada Allah dalam Kehidupan Sehari-hari:
    • Kehilangan Pekerjaan: Seorang Muslim yang ridha akan menerima kenyataan ini dengan sabar, tidak menyalahkan siapa pun, dan berusaha mencari pekerjaan baru dengan tetap bertawakkal kepada Allah. Ia yakin bahwa Allah telah menyiapkan rezeki yang lebih baik baginya.
    • Sakit: Ketika ditimpa sakit, seorang Muslim yang ridha akan bersabar, berikhtiar mencari pengobatan, dan tetap berhusnudzon kepada Allah. Ia yakin bahwa sakit adalah ujian yang dapat menghapus dosa-dosanya.
    • Musibah Bencana Alam: Saat terjadi bencana alam, seorang Muslim yang ridha akan menerima takdir ini dengan lapang dada, membantu sesama yang terkena musibah, dan tetap berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan.
  • Wujud Ridha kepada Allah sebagai Rabb:
    • Menerima segala perintah dan larangan-Nya dengan taat.
    • Menerima takdir baik dan buruk dengan lapang dada.
    • Bersyukur atas segala nikmat yang diberikan.
    • Bersabar dalam menghadapi ujian dan cobaan.
    • Tidak berputus asa dari rahmat Allah.

 

2. Ridha kepada Islam sebagai Agama:

Ridha kepada Islam sebagai agama berarti menerima Islam secara totalitas, tanpa keraguan sedikit pun. Kita ridha dengan segala ajaran, hukum, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, meskipun terkadang terasa berat untuk dilaksanakan.

  • Ayat Al-Qur'an:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

(Wa may yabtaghi ghairal-islāmi dīnan falan yuqbala minhu wa huwa fil-ākhirati minal-khāsirīn)

Terjemahnya: "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)  

Ayat ini menegaskan bahwa hanya Islam agama yang diridhai Allah.

  • Contoh Nyata Ridha Islam sebagai agamanya dalam Kehidupan Sehari-hari:
    • Menjalankan Shalat Lima Waktu: Seorang Muslim yang ridha akan melaksanakan shalat lima waktu dengan tepat waktu dan khusyuk, meskipun sedang sibuk atau dalam perjalanan.
    • Mengenakan Pakaian yang Menutup Aurat: Seorang Muslimah yang ridha akan mengenakan pakaian yang menutup aurat sesuai syariat, meskipun sedang tren mode yang bertentangan.
    • Menjauhi Riba: Seorang Muslim yang ridha akan menghindari transaksi yang mengandung riba, meskipun terlihat menguntungkan secara materi.
  • Wujud Ridha kepada Islam sebagai Agamanya:
    • Mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh.
    • Menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman hidup.
    • Membela dan menjaga nama baik Islam.
    • Berdakwah dan mengajak orang lain kepada Islam.

 

3. Ridha kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul:

Ridha kepada Nabi Muhammad sebagai rasul berarti menerima beliau sebagai utusan Allah yang terakhir, mengikuti sunnah-sunnahnya, dan mencintainya melebihi cinta kepada diri sendiri.

  • Hadits Shahih:

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ

(Man aṭā’anī faqad aṭā’allāh, wa man ‘aṣānī faqad ‘aṣallāh)

Terjemahnya: "Barangsiapa yang mentaatiku, maka ia telah mentaati Allah, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka ia telah mendurhakai Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan bahwa mentaati Rasulullah SAW adalah bentuk ketaatan kepada Allah.

  • Contoh Nyata Ridha Rasulullah sebagai nabinya dalam Kehidupan Sehari-hari:
    • Menghidupkan Sunnah: Seorang Muslim yang ridha akan berusaha menghidupkan sunnah-sunnah Nabi SAW, seperti makan dengan tangan kanan, membaca doa sebelum makan, dan bersiwak.
    • Meneladani Akhlak Nabi: Seorang Muslim akan berusaha meneladani akhlak mulia Nabi SAW, seperti jujur, amanah, sabar, dan pemaaf.
    • Bershalawat: Seorang Muslim akan memperbanyak shalawat kepada Nabi SAW sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan.
  • Wujud Ridha kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul:
    • Mempelajari sirah (sejarah) Nabi Muhammad SAW.
    • Mengikuti sunnah-sunnahnya dalam perkataan, perbuatan, dan ketetapannya.
    • Mencintai keluarga dan sahabat Nabi.
    • Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

 

Keutamaan Ridha:

  • Meraih kebahagiaan dan ketenangan hati: Dengan ridha, hati akan tenang dan damai, tidak mudah gelisah dan kecewa.
  • Mendapatkan cinta dan ridha Allah: Allah menjanjikan ridha-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ridha dengan ketentuan-Nya.
  • Memudahkan urusan dunia dan akhirat: Dengan ridha, Allah akan memudahkan segala urusan kita.
  • Menghapus dosa dan kesalahan: Ridha dapat menjadi penghapus dosa dan kesalahan.

 

Kesimpulan:

Ridha merupakan pondasi penting dalam agama Islam. Dengan ridha kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Nabi Muhammad sebagai rasul, kita akan meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat. Marilah kita senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan kemampuan untuk senantiasa ridha terhadap segala ketentuan-Nya.

Semoga materi ini bermanfaat. Wa Allahu a'lam.

 

Kertosono, 26 Desember 2024


Download PDF : https://drive.google.com/file/d/1ViIw-j2GQjqrdQzN3-kYygj3w_4bk-w5/view?usp=sharing 

Download Word : https://docs.google.com/document/d/1s6tRcGrdMgbdQ-0yi9d-_u0gTv595Tyn/edit?usp=sharing&ouid=102043030285905299130&rtpof=true&sd=true

Senin, 27 Maret 2023

Kisah Tabib Yahudi Buka Klinik di Madinah

Pada suatu hari, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  kedatangan tamu seorang tabib Yahudi yang datang dari Palestina. Ia minta izin untuk buka praktik di kota Madinah. Rasulullah pun mengizinkan. Tabib Yahudi itupun mulai buka praktik. Tapi, satu bulan kemudian ia kembali datang menemui Rasulullah, kali ini untuk permisi pulang ke negerinya.

Rasulullah pun tak dapat menyembunyikan keheranannya. “Kenapa Anda begitu cepat meninggalkan kota ini, apa ada yang kurang menyenangkan di sini?,’’ tanya Rasulullah. “Tidak, Tuan. Semuanya baik-baik saja. Bahkan penduduk kota ini sungguh sangat menyenangkan,” kilah sang tabib.“Lalu, apa yang menjadi masalahnya?,” desak Rasulullah.

Sang tabib berterus terang, bahwa ia ingin cepat pulang ke negerinya karena selama satu bulan buka praktik di Madinah tak satupun warga kota yang datang untuk berobat padanya. Padahal, di negerinya ia termasuk tabib pakar yang terkenal dan banyak pasiennya.

Kemudian ia melanjutkan ceritanya. “Karena penasaran, saya pun berkeliling kota masuk kampung keluar kampung untuk mencari pasien yang sakit. Tapi, tak satupun saya jumpai orang sakit untuk saya obati. Saya merasa heran, seluruh warga kota dalam keadaan sehat wal’afiat. Belum pernah saya dapatkan kota dengan seluruh penduduknya yang sehat seperti di kota Madinah ini,” ujarnya panjang lebar.

“Lalu, saya bertanya kepada penduduk yang saya jumpai, apa rahasianya sehingga mereka hidup nyaris sehat sempurna?” lanjut sang tabib. “Lantas, apa jawaban mereka?,” Tanya Rasulullah. Mereka menjawab: “Kami adalah kaum yang tidak (akan) makan sebelum datang lapar. Dan apabila kami makan, tidak (sampai) kekenyangan. Begitulah jawab mereka, Tuan,” jelas sang tabib Yahudi itu kepada Rasulullah.

Mendengar cerita tabib tersebut, Rasulullah berkomentar, “Sungguh benar apa yang mereka katakan kepada tuan,” ujar Rasulullah seraya menyatir sebuah hadits, “Lambung manusia itu tempatnya segala penyakit, sedangkan pencegahan itu pokok dari segala pengobatan”. (HR. Ad-Dailami).


Sumber : https://www.panjimas.com/ragam/2014/06/24/kisah-tabib-yahudi-di-masa-rasulullah-yang-buka-klinik-di-madinah/

Mekanisme Autofagi Pada Orang Berpuasa

Mengenal Mekanisme Autofagi


Mekanisme autofagi merupakan gabungan dari regenerasi sekaligus pembersihan di saat bersamaan. Ibarat menekan tombol “reset”, ketika autophagy terjadi maka sel-sel yang sudah tidak lagi berfungsi akan dibuang atau diregenerasi.

Adanya proses ini juga merupakan adaptasi dan respons yang sangat baik terhadap pemicu stres oksidatif dan zat beracun yang terakumulasi di dalam sel-sel tubuh.

Autofagi bisa terjadi secara alami. Namun, saat berpuasa tubuh akan beradaptasi dan melakukan autofagi dengan lebih efisien. Alasannya, tubuh tidak mendapatkan makanan atau minuman selama rentang waktu sekitar 12 jam.


Ketika tubuh terbiasa dengan pola semacam ini, maka sel-sel tubuh juga akan beradaptasi dengan mengurangi
 kebutuhan kalori.


Mengingat energi yang masuk terbatas, maka sel tubuh akan membuang bagian yang sudah rusak. Kemudian, dilakukan daur ulang atau regenerasi sehingga bisa bekerja lebih optimal.

Manfaat mekanisme autofagi

Berikut adalah beberapa manfaat terjadinya autofagi untuk tubuh manusia.


1. Regenerasi sel


Fungsi paling utama dari autofagi adalah meremajakan sel-sel tubuh. Artinya, ini bisa melawan penuaan sekaligus membuat sel tubuh bisa berfungsi dengan baik. 


Itulah mengapa, mekanisme ini sangat penting dan bisa membuat seseorang lebih panjang umur.


2. Menjaga energi tetap stabil


Ketika berpuasa dan asupan kalori menurun, sel-sel tubuh tentu harus beradaptasi. Untuk bisa tetap berfungsi secara optimal, kalori digunakan seefektif mungkin. 


Begitu pula dengan sel-sel yang tak lagi berfungsi, akan dibuang atau regenerasi agar kinerjanya tidak terlalu kelelahan.


3. Membuang zat tidak berguna


Selain membuang atau meremajakan sel yang tak lagi berfungsi optimal, autofagi juga membantu membuang zat racun dari tubuh. Utamanya, protein yang berkaitan dengan penyakit saraf seperti Alzheimer dan penyakit Parkinson.


4. Potensi mencegah kanker


Mekanisme autofagi tidak selamanya berfungsi optimal karena bisa juga mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia seseorang. 


Meski demikian, ini pula yang membuat autofagi menjadi sorotan utama karena potensinya mencegah berkembangnya sel-sel kanker.


Idealnya, tubuh bisa mendeteksi sel-sel yang abnormal seperti sel kanker serta membuangnya lewat proses autofagi. 


Itulah mengapa banyak peneliti terus mencari tahu kemungkinan autofagi menurunkan risiko seseorang menderita kanker.


5. Melindungi sel hati


Studi dari jurnal Food and Chemical Toxicology menunjukkan bahwa autofagi melindungi sel hati dari potensi kerusakan, terutama akibat konsumsi obat-obatan dan minum alkohol berlebihan.


Selain itu, autofagi juga dianggap bisa menekan risiko mengalami penyakit hati seperti perlemakan hati non-alkoholik, penyakit Wilson, gagal hati, hingga penyakit lain akibat konsumsi alkohol berlebih dalam jangka panjang.

Bagaimana cara agar autofagi terjadi?


Ada beberapa kondisi yang bisa memicu terjadinya autofagi, utamanya saat tubuh dalam kondisi lapar. Contohnya seperti saat melakukan intermittent fastingdiet keto, dan tentunya puasa.


Bisa disimpulkan, puasa adalah cara paling efektif untuk memicu terjadinya autophagy. Ketika berpuasa, sel-sel dalam tubuh mengalami stres karena kalori yang masuk ke tubuh berkurang.


Untuk mengimbanginya, sel-sel tubuh akan memastikan kalori digunakan seefisien mungkin. Salah satu caranya adalah lewat autofagi, yaitu membuang zat atau molekul sampah yang sudah rusak.


Tak hanya itu, mekanisme ini juga memastikan sel bisa mengalami regenerasi sehingga dapat berfungsi optimal.


Selain berpuasa, aktivitas lain yang bisa memicu terjadinya autophagy adalah berolahraga


Menurut sebuah studi hewan laboratorium dalam jurnal Autophagy pada tahun 2012 lalu, aktivitas fisik bisa memicu terjadinya autofagi pada organ yang merupakan bagian dari proses regulasi metabolisme. Contohnya seperti otot, hati, pankreas, dan jaringan adiposa.






Kategori Tulisan

Anak (21) Ceramah (25) Doaku (3) Gallery (68) Hadits (20) Herbal (3) Hikmah (258) I'tikaf (5) Idul Fitri (27) Inspirasi (149) Jualan (3) Kesehatan (43) Keuangan (12) Kisahnyata (43) Kultum (147) Lailatul Qadar (2) Lain-lain (49) management (4) Nisa' (1) ODOJ (2) Progress (54) prowakaf (2) Puasa (182) Quran (17) Qurban (40) Ramadhan (322) Renungan (17) Rumahkreatif (6) Rumahpintar (8) Rumahtahfidz (18) Rumahyatim (6) Sedekah (47) Share (104) Syawal (5) Tanya jawab (2) Tarawih (4) Tarbiyah (166) Umroh (19) Wakaf (8) Yatim (7) Zakat (22)
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!
 

Info Kesehatan

More on this category »

Tarbiyah dan Pendidikan

More on this category »

Inspirasi Hidup

More on this category »

Lain-lain

Image by ageecomputer.com