Mengapa Memurnikan Niat Puasa Itu Penting?
Niat adalah
pondasi dari segala amal ibadah. Puasa, yang merupakan ibadah yang menyentuh
semua aspek kehidupan kita, sangat bergantung pada niat yang benar dan tulus.
Memurnikan
niat puasa Ramadhan sangat penting karena niat adalah aspek fundamental dalam
ibadah puasa. Beberapa alasan mengapa memurnikan niat puasa Ramadhan itu
penting antara lain:
1. Pahala
yang Diterima Bergantung pada Niat: Dalam Islam, setiap amal perbuatan
tergantung pada niatnya. Seperti yang disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW,
"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan
mendapatkan apa yang ia niatkan" (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan niat
yang murni karena Allah, seseorang akan mendapatkan pahala yang besar.
2. Menjaga
Keikhlasan: Memurnikan niat berarti berpuasa karena Allah semata, tanpa
mengharapkan pujian dari orang lain atau tujuan duniawi lainnya. Keikhlasan
dalam beribadah sangat ditekankan dalam Islam, dan dengan niat yang murni,
puasa akan menjadi lebih bernilai di hadapan Allah.
3. Membentuk
Disiplin Diri: Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi
juga dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa seperti perbuatan buruk. Dengan
niat yang tulus, seseorang akan lebih mudah untuk menjaga dirinya dari
godaan-godaan dan memperkuat ketakwaannya.
4. Meningkatkan
Kualitas Ibadah: Niat yang murni membantu seseorang untuk lebih fokus pada
tujuan spiritual puasa, yaitu mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan jiwa,
dan memperoleh pahala. Jika niatnya tidak murni, maka puasa hanya menjadi
rutinitas fisik tanpa makna spiritual yang mendalam.
5. Memenuhi
Syarat Sahnya Puasa: Dalam hukum fiqh, niat puasa Ramadhan harus dilakukan
pada malam hari sebelum fajar (subuh) untuk puasa pada hari berikutnya. Tanpa
niat yang jelas, puasa tidak sah meskipun seseorang tidak makan atau minum.
Dengan
demikian, memurnikan niat dalam berpuasa Ramadhan adalah langkah pertama untuk
memastikan bahwa puasa yang dilakukan bukan hanya sebagai kewajiban fisik,
tetapi sebagai ibadah yang diterima dan diberkahi oleh Allah SWT.
Dalil terkait Niat dalam Puasa Ramadhan
1. Dalil dari Al-Qur'an:
Meskipun Al-Qur'an tidak secara eksplisit menyebutkan
tentang niat puasa, terdapat penekanan pada pentingnya tujuan ibadah yang
dilakukan dengan penuh kesungguhan dan ikhlas kepada Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Yā ayyuhā al-ladhīna āmanū kutiba
'alaykum as-ṣiyāmu kamā kutiba 'alā al-ladhīna min qablikum la'allakum
tattaqūn.
"Wahai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menegaskan bahwa puasa
adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Islam, dan tujuannya adalah
untuk mencapai takwa (kesadaran dan ketaatan kepada Allah). Niat puasa yang
benar adalah niat untuk mencapai takwa, yaitu tujuan utama dalam menjalankan
puasa. Ini menunjukkan bahwa ibadah puasa harus dilakukan dengan tujuan yang
lurus dan ikhlas karena Allah.
2. Dalil dari Hadits Shahih:
a. Hadits 1
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
'An Umar bin
Khattab radiyallahu 'anhu qāla: Sami'atu Rasūlallāhi ṣallallāhu 'alayhi
wasallam yaqūl: "Innamā al-a`mālū bin-niyyāt, wa innamā likulli imri'in mā
nawwā, faman kānat hijratuhū ilā Allāhi wa rasūlihī fahijratuhū ilā Allāhi wa
rasūlihī, waman kānat hijratuhū li dunyā yusībuhā aw imra’atin yatazawwajuhā fahijratuhū
ilā mā hājara ilayh."
Dari Umar bin
Khattab RA, ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
'Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap
orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barang
siapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia raih atau untuk seorang wanita
yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu untuk apa yang ia tuju.'" (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadits ini
menunjukkan bahwa niat adalah inti dari setiap amal perbuatan. Amal ibadah,
termasuk puasa, tidak hanya dilihat dari tindakan fisiknya, tetapi juga dari
niat yang mendasarinya. Jika niatnya ikhlas karena Allah, maka ibadah tersebut
diterima. Oleh karena itu, dalam puasa Ramadhan, niat yang benar dan ikhlas
sangat penting agar puasa tersebut diterima di sisi Allah dan menjadi sarana
untuk memperoleh pahala.
b. Hadits 2
"مَن صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ"
Man ṣāma ramadāna īmānan waḥtisābān ghufira lahu mā
taqaddama min dhanbihī.
"Barang siapa yang berpuasa
pada bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjelaskan bahwa
untuk puasa Ramadhan yang diterima oleh Allah, seseorang harus melakukannya
dengan niat yang benar, yaitu dengan penuh iman dan harapan akan pahala dari
Allah. Niat ini bukan hanya dalam perkataan, tetapi harus tercermin dalam
tindakan dan sikap. Dengan niat yang ikhlas, puasa menjadi sarana pengampunan
dosa-dosa yang telah lalu.
Madiun, 31 Desember 2024