Dulu
waktu kecil, melihat pola asuh orangtua kita membesarkan anak-anak bikin kita
punya gambaran gimana nantinya kita akan bersikap kalau suatu saat kita jadi
oranngtua. Orangtua kita sendiri banyak kelebihannya, tapi sebagai anak kitapun
melihat orangtua kita banyak kekurangannya. Tanpa kita yakin mereka sudah
mencoba kasih yang terbaik buat kita. Setelah punya anak, kepengennya kita sih
jadi orangtua laksana ibu peri yang selalu bisa lemah lembut, nggak pernah
ngomel dan marah. Ternyata impian jadi orangtua super sabar nan lemah lembut
nggak pernah ngomel ternyata tak semudah yang dibayangkan untuk mewujudkannya.
Sebetulnya bukan berarti kita para orangtua nggak boleh cerewet. Tapi omelan
berekor panjang kaya ular itu, yang membuat nasehat kita nggak akan masuk pada
anak kita. Kalau kesalahan bicara ini terjadi hampir tiap hari, akibatnya :
·
Melemahkan
konsep diri – anak jadi tertekan, krisis diri.
·
Membuat
anak diam, menentang dan sulit diajak kerjasama kalau kita sering ngomel atau
cerewet ke anak, lama-lama anak akan cenderung diam aja kalau lagi dinasehati
atau malah balik melawan orangtuanya saat dinasehati.
·
Menjatuhkan
harga dan kepercayaan diri si anak
·
Kemampuan
berpikir menjadi rendah – akibat selalu diomeli dan disetir orang tuanya,
kemampuan si anak jadi tidak terasah.
·
Tidak
terbiasa memilih dan mengambil keputusan bagi diri sendiri – seringkali orang
tua tidak puas dengan pilihan anaknya.
Nah, apa sebabnya kok terjadi kekeliruan
dalam komunikasi?
Banyak yang merasa sudah sabar banget
tapi ternyata kita kadang masih melakukan kesalahan-kesalahan seperti di bawah
ini :
1. Bicara tergesa-gesa
Selama ini tanpa kita
sadari, kita suka ngomong sama anak dengan terburu-buru. Seringkali kita
memberi tahu anak dengan keadaan terburu-buru pas mau berangkat ngantor. Gimana
pesan mau masuk ke otak anak kita? Yang ada dalam hati paling anak bilang “Iya
mama cerewet banget sih lo.”
2. Kita lupa setiap individu
itu unik
Punya 3 anak yang keluar
dari rahim yang sama bukan berarti kita bisa menyamakan ketiga anak kita. Stop
membandingkan satu sama lain, karena bisa menjatuhkan harga diri anak.
3. Perbedaan needs & wants
Salah satu kesalahan kita,
seringkali kita lupa memahami bahwa kebutuhan dan keinginan itu berbeda. Jangan
pernah memaksakan keinginan kita. Misalnya : kita maunya anak kita les ini biar
paling pintar di kelas padahal si anak di umurnya itu masih ingin banyak main.
4. Tidak bisa membaca bahasa
tubuh
Seringkali kita menasehati
anak panjang lebar, tapi nggak bisa membaca bahasa tubuh anak kita. Kalau anak
kita lagi sedih, kesal, percuma aja kita menasehati panjang lebar nggak akan
masuk ke otaknya. Jadi biarkan tenang dulu, baru kalau sudah sama-sama tenang,
ngobrol dan sampaikan apa yang ingin kita sampaikan.
5. Tidak mendengar perasaan
Belajar selami perasaan
anak seolah-olah kita ada di posisinya, jangan ngomel-ngomel dulu, tapi coba
pahami perasaan si anak.
6. Menggunakan 11 gaya diri :
- Memerintah – “Hai diam
kamu” !
- Menyalahkan – “Kamu sih
nggak nurut mama..”
- Meremehkan – “Ah masa gitu
aja nggak biasa …”
- Membandingkan – “Tuh kayak
si A dong pemberani”
- Mencap/label – “Kamu tuh
emang anak bandel”
- Mengancam – “Awas ya nanti
nggak mama beliin mainan kalo kamu bandel.”
- Menasehati – “Harusnya kamu
tuh begini …”
- Membohongi – “Lecet segini
aja sih nggak sakit, besok juga sembuh”
- Menghibur – “Ah gitu aja
nangis, itu sih nggak seberapa”
- Mengkritik – “Kok gambar
kamu begini sih, harusnya begini”
- Menyindir – “Aduh tumben
amat nih anak mama rajin banget”
Akibat
terlalu sering berkomunikasi dengan 11 gaya ini, anak tidak percaya diri/tidak
PD.
7. Kurang Mendengar Aktif
Kesalahan kita biasanya
kurang mau mendengar. Dengarkanlah anak kita dan posisikan diri kita pada
posisinya. Dengar ocehan anak, jangan malah disuruh diam. Jangan sampai pas
anak besar dia lebih mencari orang lain untuk mendengar curhatnya.
Image :
|