Minggu, 18 Februari 2018
Inilah Aturan Tentang Cuti Bagi PNS
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani oleh Presiden
Joko Widodo pada 30 Maret 2017, juga memuat aturan tentang cuti bagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS).
Menurut PP ini, cuti diberikan oleh PPK (Pejabat
Pembina Kepegawaian), yang dapat didelegasikan sebagian wewenangnya
kepada pejabat di lingkungannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain
dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya.
“Cuti bagi PNS yang ditugaskan pada lembaga yang
bukan bagian dari kementerian atau lembaga diberikan oleh pimpinan lembaga yang
bersangkutan kecuali cuti di luar tanggungan negara,” bunyi Pasal 309 ayat (3)
PP tersebut.
Dalam PP ini disebutkan, cuti terdiri atas: a. Cuti
tahunan; b. Cuti besar; c. Cuti sakit; d. Cuti melahirkan; e. Cuti karena
alasan penting; f. Cuti bersama; dan g. Cuti di luar tanggungan negara.
1. CUTI TAHUNAN
PP ini menyebutkan, PNS dan calon PNS yang telah
bekerja paling kurang 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti
tahunan. Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud adalah 12 (dua
belas) hari kerja.
Untuk menggunakan hak atas cuti tahunan sebagaimana
dimaksud, PNS atau calon PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara
tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti tahunan. “Hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud
diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang
untuk memberikan hak atas cuti tahunan,” bunyi Pasal 312 ayat (4) PP ini.
Dalam hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan
di tempat yang sulit perhubungannya, menurut PP ini, jangka waktu cuti tahunan
tersebut dapat ditambah untuk paling lama 12 (dua belas) hari kalender.
Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam
tahun yang bersangkutan, menurut PP ini, dapat digunakan dalam tahun berikutnya
untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam
tahun berjalan.
“Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan 2 (dua)
tahun atau lebih berturut-turut, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk hak atas cuti tahunan
dalam tahun berjalan,” bunyi Pasal 313 ayat (2) PP ini.
PNS yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan
Jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan
perundang-undangan, menurut PP ini, disamakan dengan PNS yang telah menggunakan
hak cuti tahunan.
2. CUTI BESAR
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja
paling singkat 5 (lima) secara terus menerus, menurut PP ini. berhak lama 3
(tiga) bulan. Ketentuan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus
dikecualikan bagi PNS yang masa kerjanya belum 5 (lima) tahun, untuk
kepentingan agama. PNS yang menggunakan hak atas cuti besar, menurut PP ini,
tidak berhak atas cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
“Hak cuti besar diberikan secara tertulis oleh PPK
atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
besar. Namun hak cuti besar dapat ditangguhkan penggunaannya oleh PPK atau
pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar
untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila kepentingan dinas mendesak, kecuali
untuk kepentingan agama,” bunyi Pasal 317 PP ini.
3. CUTI SAKIT
Menurut PP ini, setiap PNS yang menderita sakit
berhak atas cuti sakit. PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan
14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan
PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK
atau pejabat yang menerima delegasi wewenangng untuk memberikan hak atas cuti
sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter.
PNS yang menderita sakit lebih dari 14 (empat
belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau
pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit
dengan melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud
diberikan untuk waktu paling lama I (satu) tahun. Jangka waktu cuti sakit
sebagaimana dimaksud dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila
diperlukan, berdasarkan surat keterangan tim penguji kesehatan yang ditetapkan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
PNS yang mengalami gugur kandungan, menurut PP ini,
berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
“Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana
dimaksud , PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada
PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan,” bunyi Pasal 321
ayat (2) PP ini.
4. CUTI MELAHIRKAN
PP ini juga menyebutkan, untuk kelahiran anak
pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat menjadi PNS, berhak atas
cuti melahirkan. Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya, kepada PNS diberikan
cuti besar. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud adalah 3 (tiga) bulan.
Untuk dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan
sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan.
“Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud diberikan
secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti melahirkan,” bunyi Pasal 326 ayat (2) PP ini.
5. CUTI KARENA ALASAN PENTING
Menurut PP ini, PNS berhak atas cuti karena alasan
penting, apabila: a. ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua,
atau menantu salit keras atau meninggal dunia; b. salah seorang anggota keluarga
yang dimaksud pada huruf a meninggal dunia, dan menurut peraturan
perundang-undangan PNS yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota
keluarganya yang meninggal dunia; atau c. Melangsungkan perkawinan.
“Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh
PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
karena alasan penting paling lama 1 (satu) bulan,” bunyi Pasal 330 PP Nio. 11
Tahun 2017 itu.
6. CUTI BERSAMA
PP ini menegaskan, Presiden dapat menetapkan cuti
bersama. Cuti bersama sebagaimana dimaksud tidak mengurangi hak cuti tahunan.
PNS yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas
cuti bersama, menurut PP ini, hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah
cuti bersama yang tidak diberikan. Cuti bersama sebagaimana dimaksud ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
7. CUTI DI LUAR TANGGUNGAN NEGARA
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja
paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus karena alasan pribadi dan
mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara. Cuti di luar
tanggungan negara itu dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
“Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara
sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang paling lama I (satu) tahun apabila ada
alasan-alasan yang penting memperpanjangnya,” bunyi Pasal 334 ayat (3) PP ini.
Menurut PP ini, cuti di luar tanggungan negara
mengakibatkan PNS yang bersangkutan diberhentikan dari Jabatannya. Jabatan yang
menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan negara harus diisi.
Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara,
menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
kepada PPK disertai dengan alasan. “Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat
diberikan dengan surat keputusan PPK setelah mendapat persetujuan dari Kepala
BKN,” bunyi Pasal 336 ayat (2) PP ini.
Menurut PP ini, selama menjalankan cuti di luar
tanggungan negara, PNS yang bersangkutan tidak menerima penghasilan PNS. Dan
selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai
masa kerja PNS.
Ditegaskan dalam PP ini, PNS yang sedang
menggunakan hak atas cuti dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan
dinas mendesak. Dalam hal PNS dipanggil kembali bekerja sebagaimana dimaksu,
menurut PP ini, jangka waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak PNS
yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
cuti diatur dengan Peraturan Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara).
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 364 Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April
2017 itu.
MADU-HERBAL HARGA GROSIR
Kategori Tulisan
Anak
(21)
Ceramah
(25)
Doaku
(3)
Gallery
(68)
Hadits
(20)
Herbal
(3)
Hikmah
(258)
I'tikaf
(5)
Idul Fitri
(27)
Inspirasi
(149)
Jualan
(3)
Kesehatan
(43)
Keuangan
(12)
Kisahnyata
(43)
Kultum
(147)
Lailatul Qadar
(2)
Lain-lain
(49)
management
(4)
Nisa'
(1)
ODOJ
(2)
Progress
(54)
prowakaf
(2)
Puasa
(182)
Quran
(17)
Qurban
(40)
Ramadhan
(322)
Renungan
(17)
Rumahkreatif
(6)
Rumahpintar
(8)
Rumahtahfidz
(18)
Rumahyatim
(6)
Sedekah
(47)
Share
(104)
Syawal
(5)
Tanya jawab
(2)
Tarawih
(4)
Tarbiyah
(166)
Umroh
(19)
Wakaf
(8)
Yatim
(7)
Zakat
(22)
Sering dibaca
- Obat Kanker yang 10.000X Lebih Kuat dari KemoTerapi
- Daftar Tempat Makan Di Madiun
- Apa Arti Kata "Dancuk"...
- Kisah Nyata : Hati-hati Ajarkan Motor-Mobil Pada Anak di Bawah Umur
- Sahabat Kita Yang Baik Akan Menolong Kita Di Akhirat
- 10 Amal yang Pahalanya Takkan Pernah Putus
- Kepada Donatur : Kisah Nyata - Kesalahan Kecil yang Dahsyat Akibatnya
- Kadal dan Sedekah
- Kepada Donatur : Mengintip Akheratmu Dengan Melihat Kehidupan Duniamu
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari Blog Miftah madiun langsung ke email anda!