KOMPAS.com - Setiap musim, Premier League selalu membawa cerita tersendiri, baik cerita baru maupun lama. Musim ini cerita lama masih seputar belum berhasilnya Arsene Wenger membawa Arsenal merebut trofi sejak 2004-2005.
Sedangkan highlight utama cerita baru musim ini adalah ketidakberhasilan David Moyes memperbaiki citranya serta keberhasilan seorang Luis Suarez memperbaiki penampilan dan kelakuannya sepanjang musim.
Musim 2013-2014 sebenarnya dibuka dengan senyuman seorang David ketika The Chosen One sepertinya akan sukses menggantikan Sir Alex Ferguson. Sentuhan pertamanya di arena kompetitif menghasilkan trofi Community Shiled. Piala pertama David Moyes di sepakbola Inggris sepanjang kariernya. Sukses berlanjut sepekan kemudian, ketika United menghancurkan Swansea, di Liberty Stadium, yang biasanya selalu menyulitkan lawan.
Ternyata, hanya sampai pekan perdana itulah pujian bagi Moyes. Selanjutnya lebih kepada hujatan menyusul kegagalan demi kegagalan United, juga rekor tak terkalahkan dari Everton, Newcastle United, Stoke City bahkan Sunderland di Piala Liga yang berakhir 2-1.
Keberhasilan Moyes hanya seputar pembelian Juan Mata yang tidak terlalu berdampak pada penampilan United. Entah apakah hasil pekan ke-38 ini bisa membantu United lolos ke Liga Europa atau tidak, yang jelas karisma Moyes di Everton tidak bisa dibawanya ke Old Trafford. Atau memang pemilihan terhadap The Chosen One terlalu terburu buru mengingat Everton pun tidak dibawanya merebut gelar kecuali lolos satu kali ke babak play-off Liga Champion musim 2005/06.
Kejutan kegagalan United dibarengi dengan kejutan sukses Brendan Rodgers bersama Liverpool. Tidak ada yang menyangka bahwa The Reds berubah dari sekedar tim besar dalam sejarah, menjadi tim favorit sampai tim yang paling berpeluang juara setidaknya sampai pekan ke-35. Itu masih ditambah kemampuan Rodgers menerapkan permainan sepakbola cantik dengan memaksimalkan Daniel Sturridge, Raheem Sterling, Jordan Henderson, Philippe Coutinho dan membuat Steven Gerradd seolah remaja kembali.
Bukan hanya itu. Polesan Rodgers diluar lapangan bak seorang psikiater yang bisa membuat Luis Suarez menjelma menjadi sosok yang menakutkan hanya bagi lawan dilapangan dan bukan bagi rekan-rekannya sendiri seperti musim lalu, di mana ia berulah yang berujung pada berbagai hukuman larangan bermain baginya. Tidak heran jika striker asal Uruguay ini terpilih sebagai pemain terbaik Premier League musim ini.
Satu-satunya kegundahan Suarez yang terlihat adalah tangisnya Senin lalu di Selhurst Park, ketika Liverpool menjelma menjadi AC Milan di final Liga Champion musim 2004-2005, saat membiarkan Crystal Palace mengejar selisih tiga gol yang memupuskan peluang Liverpool bersaing dengan Manchester City untuk meraih gelar juara Premier League.
Bicara Manchester City, ini adalah contoh sukses yang dibeli. Jelas anak asuhan Manuel Pelegrini bermain konsisten terutama dikandang sendiri dan memperbaiki penampilan mereka saat tandang yang buruk diawal awal musim. Satu handicap sukses mereka adalah teguran UEFA atas Financial Fair Play yang membuat mereka didenda 49 juta Pounsterling dan juga pembatasan skuad mereka hanya menjadi 21 pemain untuk Liga Champions musim depan yang pasti akan memberatkan calon juara Inggris musim 2013-2014 ini.
Selain paksaan gelontoran 382,2 juta pounsterling dalam lima musim terkahir untuk membeli sukses The Citizen, harus diakui bahwa Vincent Kompany dkk adalah yang paling konsisten dalam melakoni laga sulit penuh persaingan musim ini. Rekor mereka terhadap pesaing mereka di empat besar pun tidak terlalu menyolok, tapi jelas mereka mengambil poin maksimal dari klub klub yang ada di luar empat besar. Pencapaian yang tidak dilakukan oleh Arsenal, Chelsea, dan bahkan Liverpool.
Musim 2013-2014 juga mencatat kegagalan Jose Mourinho. The Special One, The Happy One atau seabreg julukan mentereng lainnya dipupus oleh prestasi buruk musim ini. Tanpa gelar untuk musim keduanya bertururt turut, Mou harus membiasakan diri dengan julukan The Average One sampai prestasi kembali mengetok pintu rumahnya. Kalaupun ada satu hal yang harus diacungi jempol dari seorang Jose Mourinho adalah keberhasilannya meraup poin poin penting atas Liverpool, Manchester City, Arsenal, Everton, Tottenham Hotspur dan Manchester United. Dari 12 duel melawan tim tim yang ada dijajaran 7 besar, Chelsea hanya satu kali kalah, yaitu saat bertandang ke Goodison Park.
Namun, kegagalan merebut poin di kandang Stoke City, Aston Villa dan Crystal Palace adalah titik balik dari sukses menjadi bencana bagi Jose Mourinho dan The Blues Chelsea.
Bicara Crystal Palace juga kita harus mengacungi jempol kepada Tony Pulis yang bisa mengangkat performa The Eagles dari juru kunci klasemen menjadi penghuni papan tengah dan lolos dari jerat degradasi dalam waktu hanya empat pekan sebelum kompetisi berakhir. Dan hebatnya, mereka naik setelah meraih lima kemenangan berturut-turut termasuk kemenangan atas Chelsea dan Everton.
Jadi, Tony Pulis bukan sekedar menyelamatkan Palace dari degradasi tapi juga membuat perubahan persaingan klasemen papan atas dan juga peringkat menuju Liga Champions musim depan. Kabarny,a masuknya Pulis menggantikan Ian Holloway di Selhurst Park adalah rekomendasi Sir Alex Ferguson. Lalu kenapa bukan Pulis yang direkomendasikan menangani United diawal musim jika tangan dinginnya terlihat ampuh ?
Rekor lepas dari jeratan klasemen juga patut diberikan kepada Gustavo Poyet. Manajer Sunderland ini menangani The Black Cats dalam keadaan berada di zona degradasi memasuki Hari Natal dan memastikan tetap tampil di Premier League musim depan pada pertengahan pekan ini berkat kemenangan atas West Bromwich Albion. Plus, tampil di Eropa musim depan sebagai runner-up Piala Liga. Sebuah rekor yang belum pernah dicetak oleh calon penghuni Championship lainnya.
Jika Van Gaal melatih klub Premier League, ada kemungkinan Toni Kroos, Thomas Muller dan Mario Goetze juga akan pindah ke Premier League. Jika itu terjadi, Premier League akan semakin tampak sebagai liga terkaya dan paling kompetitif, jika bukan liga terbaik. Lihat saja, perebutan gelar juara berlangsung hingga pekan ke-38 ini, dengan Manchester City memiliki peluang 95 persen untuk menjadi juara.
Tottenham Hotpsur juga berpeluang memastikan satu tempat menemani Everton di Liga Europa pada pekan terakhir, yang jika terjadi akan membuat Manchester United hanya akan berkonsentrasi pada tiga kompetisi domestik musim depan.
Ada juga Arsenal yang akan konsentrasi ke final Piala FA pekan depan, sehingga kemungkinan tidak akan fokus pada laga melawan Norwich, di Carrow Road. Bagi Norwich, pertandingan melawan Arsenal bukan kesempatan selamat dari degradasi, mengingat mereka berada di peringkat ke-18 dengan nilai 33 dan selisih gol minus 32. Sementara di tempat ke-17 ada WBA dengan nilai 36 dan selisih rekor minus 15 gol .
Gita Suwondo adalah beIN SPORT Football Expert.